Kata komitmen berasal dari bahasa latin commitere, to connect, entrust - the state of being obligated or emotionally, impelled adalah keyakinan yang mengikat (aqad) sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku menuju arah yang diyakininya (Tasmara, 2006, h.26).
Menurut Piet Sahertian, komitmen merupakan kecenderungan dalam diri seseorang untuk merasa aktif dengan penuh rasa tanggung jawab (Piet A Suhertian, 2004, h.44).
Menurut Mowday dalam Sopiah (2008, h.156) mendefinisikan komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen kerja guru dalam suatu organisasi sekolah adalah keinginan guru untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi sekolah dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi sekolah dan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Lebih lanjut Sopiah sopiah (2008:164) yang menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional yaitu faktor personal, faktor organisasional dan factor yang bukan dari dalam organsasi,sehingga hubungan antara komitmen organisasi dan produktivitas karyawan bersifat positif. Semakin tinggi komitmen organisasi yang dimiliki karyawan ,maka semakin tinggi pula produktivitas karyawan, karena semakin seseorang terlibat dan loyal dalam suatu organsasi maka semakin tinggi komitmen nya terhadap organisasi.
Menurut Muthuveloo (2005) komitmen kerja organisasi didefinisikan sebagai penerimaan, keterlibatan dan dedikasi karyawan terhadap pencapaian tujuan organisasi dan kesediaan karyawan untuk menerima nilai-nilai organisasi dan berpartisipasi dalam semua kegiatan organisasi untuk menuju perbaikan organisasi.
Menurut Garrison Liston (2004, h.1) Komitmen kerja dari seorang guru merupakan panggilan dalam hati dari insan guru tersebut untuk memberikan sesuatu dalam hal membantu peserta didik, lebih jauh mengatakan “Those who feel the call to teach, who sense teaching is a profoundly meaningful past of their life, have a passion for teaching” yang artinya "Mereka (guru) yang merasakan panggilan untuk mengajar, yang merasakan pengajaran adalah masa lalu yang sangat berarti hidup, memiliki hasrat untuk mengajar "
Menurut Passion (Carbonneau, Vallerand, Fernet & Guay, 2008, h.978) komitmen kerja dikatakan oleh bahwa komitmen kerja guru: “a strong inclination or desire towards an activity that one likes and finds important and in which one invests time and energy”, yang dapat diartikan sebagai berikut ” kecenderungan atau hasrat yang kuat terhadap aktivitas yang disukai dan ditemukan penting dan di dalamnya seseorang menginvestasikan waktu dan tenaga”.
Menurut Lee (2000), pemahaman mengenai komitmen terhadap pekerjaan penting karena beberapa alasan: 1) pekerjaan merupakan fokus yang berarti bagi beberapa orang. Hal ini sebagai akibat meningkatnya tingkat pendidikan dan pekerjaan yang lebih mengkhusus; 2) komitmen terhadap pekerjaan penting karena adanya keterikatan antara pekerjaan dan keanggotaan organisasi; 3) komitmen terhadap pekerjaan penting karena memiliki hubungan dengan performance kerja; dan 4) konstruk komitmen terhadap pekerjaan penting karena memberikan sumbangan pada pemahaman mengenai bagaimana beberapa orang mengembangkan, merasakan dan mengintegrasikan komitmen yang berkaitan dengan kerja yang meliputi batas-batas organisasi.
Menurut Edwards (dalam Nelia Hurter, 2008) dalam organisasi komitmen tinggi, karyawan memberikan nilai dalam tiga cara berbeda: 1)Ketekunan, masa kerja yang lebih lama, ketidakhadiran yang berkurang, ketepatan waktu yang meningkat, berkurang menekankan, 2) Kewarganegaraan, perilaku yang lebih etis, ambassadorship spontan, lebih banyak lagi dukungan proaktif untuk orang lain, peningkatan upaya diskresioner, dan 3) Kinerja produktivitas yang lebih besar, layanan pelanggan yang ditingkatkan, ditingkatkan kualitas, output yang lebih tinggi.
Menurut pendapat Meyer and Allen (dalam Luthans 2002:235) Komitmen organisasional merupakan sikap yang menggambarkan kesetiaan karyawan terhadap perusahaannya. Karyawan yang memiliki komitmen adalah karyawan yang mempunyai keinginan kuat untuk menjadi anggota utama dari organisasinya, mempunyai kemauan yang kuat untuk bekerja dan berusaha bagi kepentingan organisasi, mempunyai kepercayaan dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Tanpa ada komitmen karyawan terhadap perusahaan, rencana-rencana dan target perusahaan akan sulit terealisir. Komitmen karyawan pada perusahaan dapat meminimalisir turnover dan tingkat absensi serta diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja mereka.
Menurut Spector dalam Sardiman (2005, h.77) mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen komitmen kerja guru/organisasional, Lebih jauh komponen dan pola perkembangan komitmen kerja dalam berorganisasi lebih tepat dinyatakan sebagai komponen atau dimensi dari komitmen kerja berorganisasi, daripada jenis-jenis komitmen kerja berorganisasi. Hal ini disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi tersebut, yaitu: (1) Affective commitment, artinya berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu. Karakteristik affective commitment memiliki kategori yaitu: (a) Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective commitment adalah sistem desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu. Dalam karakteristik organisasi yang dilihat adalah aliran organisasi yang digunakan, bagaimana praktek kelompok sel dalam organisasi tersebut dan bagaimana kedudukan kelompok sel sebagai strategi organisasi. (b) Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian. Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri. (c) Pengalaman. Pengalaman individu yang mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu. Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu, selain itu peran individu dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan atasan, Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam organisasi dan juga interaksinya dengan anggota organisasi lain seperti pemimpinnya; (2)Continuance commitment artinya berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. Pola perkembangan Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi; dan (3)Normative commitment, artinya menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut. Pola perkembangan dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali.
Pendapat dari Spector diperkuat oleh pendapat dari Kanter dalam Sopiah (2008: 158) juga mengemukakan tiga bentuk komitmen kerja guru/ organisasional, antara lain: 1) Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi guru dalam melangsungkan kehidupan organisasi sekolah dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi sekolah, 2) Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen guru terhadap organisasi sekolah sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi sekolah. Ini terjadi karena guru percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaaat, dan 3) Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen guru pada norma organisasi sekolah yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sekolah sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Menurut Winardi (2004, h.73) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen kerja guru pada organisasi sekolah, yaitu: (1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dan lain- lain, (2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik organisasi, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-lain, (3) Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi sekolah, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat guru dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi sekolah terhadap guru.
Menurut Wolfeld Leah R (2010) menjelaskan bahwa komitmen kerja dapat meningkatkan keinginan guru dalam mengembangkan tatakelola perangkat administrasi guru yang semakin baik.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disintesiskan bahwa yang dimaksud komitmen kerja dari seorang guru adalah identifikasi, penerimaan, keterlibatan, dedikasi dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang guru terhadap organisasi sekolahnya yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi dan kesediaan karyawan untuk menerima nilai-nilai organisasi dan berpartisipasi dalam semua kegiatan organisasi untuk menuju perbaikan organisasi. Adapun dimensinya (1) Affective commitment (berkaitan dengan identifikasi dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi sekolah) dengan indikatornya keterlibatan guru dengan sekolah., (2) Continuance commitment (berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi sekolah) dengan indikatornya kesadaran guru dengan sekolah, dan (3) Normative commitment (berkaitan dengan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi sekolah) dengan indikatornya keterikatan guru dengan sekolah.
Menurut Piet Sahertian, komitmen merupakan kecenderungan dalam diri seseorang untuk merasa aktif dengan penuh rasa tanggung jawab (Piet A Suhertian, 2004, h.44).
Menurut Mowday dalam Sopiah (2008, h.156) mendefinisikan komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen kerja guru dalam suatu organisasi sekolah adalah keinginan guru untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi sekolah dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi sekolah dan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Lebih lanjut Sopiah sopiah (2008:164) yang menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional yaitu faktor personal, faktor organisasional dan factor yang bukan dari dalam organsasi,sehingga hubungan antara komitmen organisasi dan produktivitas karyawan bersifat positif. Semakin tinggi komitmen organisasi yang dimiliki karyawan ,maka semakin tinggi pula produktivitas karyawan, karena semakin seseorang terlibat dan loyal dalam suatu organsasi maka semakin tinggi komitmen nya terhadap organisasi.
Menurut Muthuveloo (2005) komitmen kerja organisasi didefinisikan sebagai penerimaan, keterlibatan dan dedikasi karyawan terhadap pencapaian tujuan organisasi dan kesediaan karyawan untuk menerima nilai-nilai organisasi dan berpartisipasi dalam semua kegiatan organisasi untuk menuju perbaikan organisasi.
Menurut Garrison Liston (2004, h.1) Komitmen kerja dari seorang guru merupakan panggilan dalam hati dari insan guru tersebut untuk memberikan sesuatu dalam hal membantu peserta didik, lebih jauh mengatakan “Those who feel the call to teach, who sense teaching is a profoundly meaningful past of their life, have a passion for teaching” yang artinya "Mereka (guru) yang merasakan panggilan untuk mengajar, yang merasakan pengajaran adalah masa lalu yang sangat berarti hidup, memiliki hasrat untuk mengajar "
Menurut Passion (Carbonneau, Vallerand, Fernet & Guay, 2008, h.978) komitmen kerja dikatakan oleh bahwa komitmen kerja guru: “a strong inclination or desire towards an activity that one likes and finds important and in which one invests time and energy”, yang dapat diartikan sebagai berikut ” kecenderungan atau hasrat yang kuat terhadap aktivitas yang disukai dan ditemukan penting dan di dalamnya seseorang menginvestasikan waktu dan tenaga”.
Menurut Lee (2000), pemahaman mengenai komitmen terhadap pekerjaan penting karena beberapa alasan: 1) pekerjaan merupakan fokus yang berarti bagi beberapa orang. Hal ini sebagai akibat meningkatnya tingkat pendidikan dan pekerjaan yang lebih mengkhusus; 2) komitmen terhadap pekerjaan penting karena adanya keterikatan antara pekerjaan dan keanggotaan organisasi; 3) komitmen terhadap pekerjaan penting karena memiliki hubungan dengan performance kerja; dan 4) konstruk komitmen terhadap pekerjaan penting karena memberikan sumbangan pada pemahaman mengenai bagaimana beberapa orang mengembangkan, merasakan dan mengintegrasikan komitmen yang berkaitan dengan kerja yang meliputi batas-batas organisasi.
Menurut Edwards (dalam Nelia Hurter, 2008) dalam organisasi komitmen tinggi, karyawan memberikan nilai dalam tiga cara berbeda: 1)Ketekunan, masa kerja yang lebih lama, ketidakhadiran yang berkurang, ketepatan waktu yang meningkat, berkurang menekankan, 2) Kewarganegaraan, perilaku yang lebih etis, ambassadorship spontan, lebih banyak lagi dukungan proaktif untuk orang lain, peningkatan upaya diskresioner, dan 3) Kinerja produktivitas yang lebih besar, layanan pelanggan yang ditingkatkan, ditingkatkan kualitas, output yang lebih tinggi.
Menurut pendapat Meyer and Allen (dalam Luthans 2002:235) Komitmen organisasional merupakan sikap yang menggambarkan kesetiaan karyawan terhadap perusahaannya. Karyawan yang memiliki komitmen adalah karyawan yang mempunyai keinginan kuat untuk menjadi anggota utama dari organisasinya, mempunyai kemauan yang kuat untuk bekerja dan berusaha bagi kepentingan organisasi, mempunyai kepercayaan dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Tanpa ada komitmen karyawan terhadap perusahaan, rencana-rencana dan target perusahaan akan sulit terealisir. Komitmen karyawan pada perusahaan dapat meminimalisir turnover dan tingkat absensi serta diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja mereka.
Menurut Spector dalam Sardiman (2005, h.77) mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen komitmen kerja guru/organisasional, Lebih jauh komponen dan pola perkembangan komitmen kerja dalam berorganisasi lebih tepat dinyatakan sebagai komponen atau dimensi dari komitmen kerja berorganisasi, daripada jenis-jenis komitmen kerja berorganisasi. Hal ini disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi tersebut, yaitu: (1) Affective commitment, artinya berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu. Karakteristik affective commitment memiliki kategori yaitu: (a) Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective commitment adalah sistem desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu. Dalam karakteristik organisasi yang dilihat adalah aliran organisasi yang digunakan, bagaimana praktek kelompok sel dalam organisasi tersebut dan bagaimana kedudukan kelompok sel sebagai strategi organisasi. (b) Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian. Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri. (c) Pengalaman. Pengalaman individu yang mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu. Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu, selain itu peran individu dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan atasan, Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam organisasi dan juga interaksinya dengan anggota organisasi lain seperti pemimpinnya; (2)Continuance commitment artinya berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. Pola perkembangan Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi; dan (3)Normative commitment, artinya menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut. Pola perkembangan dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali.
Pendapat dari Spector diperkuat oleh pendapat dari Kanter dalam Sopiah (2008: 158) juga mengemukakan tiga bentuk komitmen kerja guru/ organisasional, antara lain: 1) Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi guru dalam melangsungkan kehidupan organisasi sekolah dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi sekolah, 2) Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen guru terhadap organisasi sekolah sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi sekolah. Ini terjadi karena guru percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaaat, dan 3) Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen guru pada norma organisasi sekolah yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sekolah sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Menurut Winardi (2004, h.73) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen kerja guru pada organisasi sekolah, yaitu: (1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dan lain- lain, (2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik organisasi, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-lain, (3) Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi sekolah, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat guru dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi sekolah terhadap guru.
Menurut Wolfeld Leah R (2010) menjelaskan bahwa komitmen kerja dapat meningkatkan keinginan guru dalam mengembangkan tatakelola perangkat administrasi guru yang semakin baik.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disintesiskan bahwa yang dimaksud komitmen kerja dari seorang guru adalah identifikasi, penerimaan, keterlibatan, dedikasi dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang guru terhadap organisasi sekolahnya yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi dan kesediaan karyawan untuk menerima nilai-nilai organisasi dan berpartisipasi dalam semua kegiatan organisasi untuk menuju perbaikan organisasi. Adapun dimensinya (1) Affective commitment (berkaitan dengan identifikasi dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi sekolah) dengan indikatornya keterlibatan guru dengan sekolah., (2) Continuance commitment (berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi sekolah) dengan indikatornya kesadaran guru dengan sekolah, dan (3) Normative commitment (berkaitan dengan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi sekolah) dengan indikatornya keterikatan guru dengan sekolah.
Social Plugin