Hakikat Motivasi berprestasi

Bacaan Selanjutnya ...
Motivasi Berprestasi

a. Pengertian

Istilah motivasi berasal dari kata bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberikan arah dan ketahanan pada tingkah laku itu. Morgan (1986) menjelaskan motivasi didefinisikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kea rah suatu beda dikemukakan oleh Ames dan Ames (1984) menjelaskan motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Sebagai contoh, seorang guru yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan, akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan itu. Konsep diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemauannya.
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu (Cropley, 1985). Dalam pengertian ini, guru aka berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. Dalam proses bekerja motivasi guru tercermin melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu pekerjaan, sedangkan menurut Sardiman (2001) Motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti to move atau menggerakkan, diartikannya sebagai daya dorong seorang /siswa untuk melakukan sesuatu/pembelajaran sehingga menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama  apabila  kebutuhan  untuk  mencapai  tujuan  sangat  dirasakan  atau dikehendaki.
Menurut Worell & Stiwell (1981), ciri-ciri seseorang memperlihatkan ciri- ciri motivasi adalah:
1) Memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ingin ikut.

2) Bekerja keras, serta memberikan waktu kepada usaha tersebut.

3) Terus bekerja sampai tugas terselesaikan. Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibagi dua, yaitu:
1)    Motivasi Instrinsik apabila sumbernya datang dari dalam diri orang yang bwersangkutan.
2)    Motivasi Ekstrinsik apabila sumbernya adalah lingkunga di luar diri orang yang bersangkutan.
Motivasi diri adalah kecenderunga emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran (Goleman, 1999: 42). Motif dan emosi mempunyai akar yang sama dalam bahasan latin, movere yang artinya menggerakkan.  Emosi secara harfiah berarti yang menggerakkan kita untuk meraih sasaran; emosi menjadi bahan bakar untuk motivasi kita, dan motivasi kita pada gilirannya menggerakkan persepsi dan membentuk motivasi tindakan-tindakan kita (Goleman, 1999: 170). Tiga kecerdasan motivasi diri yang umumnya dimiliki oleh para star performer
(1)  Dorongan berprestasi

Dorongan berprestasi adalah dorongan untuk meningkatkan atau memenuhi standart keunggulan (Goleman, 1999: 183). Untuk mencapai suatu keberhasilan diperlukan dorongan untuk berprestasi, artinya dorongan untuk bekerja makin baik terus muncul sebagai topik utama dalam benak para guru, dan ini harus dibuktikan dengan terus meningkatnya komopetensi guru. Mereka yang terdorong oleh kebutuhan untuk meraih prestasi selalu mencari.
(2)  Komitmen untuk menemukan sukses.

Komitmen artinya menyesuaikan diri atau setia kepada misi dan sasaran (Goleman, 1999: 42). Orang yang mempunyai komitmen adalah mereka yang menghargai dan berpegang teguh kepada misi dan akan bersedia untuk berusaha sepenuh hati, juga rela untuk
(3)  Inisiatif dan Optimisme

Inisiatif adalah kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, sedangkan optimisme ialah kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan (Goleman, 1999: 42). Kedua kecerdasan kembar ini dapat menggerakkan orang untuk menangkap peluang dan membuat mereka menerima kegagalan dan rintangan sebagai awal keberhasilan. Mereka akan memiliki inisiatif bertindak sebelum dipaksa oleh kekuatan atau situasi luar. Ini sering diartikan sebagai bertindak antisipatif guna menghindari masalah sebelum terjadi, atau memanfaatkan peluang sebelum terjadi, atau memanfaatkan peluang sebelum kesempatan tampak oleh orang lain. Jadi inisiatif  juga  berarti  bekerja  keras,  sedangkan  bagi  mereka  yan  kurang inisiatif cenderung mengambil keputusan menyerah.
Walaupun inisiatif umumnya dianggap kualitas yang terpuji, namun perlu diseimbangkan dengan kesadaran sosial guna menghindari sejumlah faktor yang masih mampu mereka ubah, bukan kekurangan atau kelemahan pada diri sendiri (Goleman, 1999: 204), selanjutnya Goleman menekankan juga bahwa  orang  yang  optimis  dapat  lebih  siap  membuat  pengukuran  yang realitas atas suatu kemunduran dan mengakui peran mereka dalam kegagalan tersebut.
d. Teori-teori motivasi

1) Teori dorongan (drivers theories)
Teori  ini  mengatakan  bahwa  tingkah  laku  seseorang  didorong  ke  arah suatu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan  adanya  doromgam  internal  yang  mendorong  seseorang untuk melakukan sesuatu ke arah tercapainya suatu tujuan. Tercapainya tujuan tersebut selanjutnya akan menyebabkan menurunnya intensitas dorongan.
Dorongan tersebut menurut bebrapa ahli seperti Freud adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir atau bersifat instinkif. Ahli lain berpendapat bahwa dorongan-dorongan tersebut merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan berasal dari pengalaman-pengalaman di masa lalu, sehingga berbeda untuk tiap orang (Morgan et,al., 1986).
2) Teori Insentif

Teori  dorongan  mungkin  lebih  tepat  untik  diperlakukan  bebrapa  motif pada beberapa motif seperti haus, lapar, dan seks.berbeda dengan teori dorongan, teori inisiatif mengatakan bahwa adanya suatu karakteristik tertentu pada tujuan dapat menyebabkan terjadinya tingkah laku ke arah tujuan itu. Disini tujuan yang menyebabkan adanya tingkah laku tersebut dinamakan intensif. Setiap orang mengharapkan kesenangan dengan mencapai intensif yang bersifat positif, dan sebaliknya akan menghindari intnsif yang bersifat hari telihat orang bekerja keras karena mengharapkan kesenangan yang diperoleh melalui insentif seperti upa, bonus, liburan, dan sebagainya, daripada karena adanya dorongan berprestasi.
Menurut Mc Clelland (Carlson, 1986) seseorang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk berprestasi. Motivasi disini merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu (1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, (2) persepsi tentang nilai tugas tersebut, dan (3) kebutuhan untuk keberhasilan atau sukses.
Kebutuhan untuk berprestasi ini bersifat instrinsik dan relatif stabil. Seringkali  motivasi  berprestasi  ini  dinyatakan  sebagai  “n’-ach”.  Orang yang  mempunyai  n-ach  tinggi  ingin  menyelesaikan  tugas  dan meningkatkan penampilan mereka. Mereka ini berorientasi kpada tugas dan masalah-masalah yang memberikan tantangan, dimana penampilan mereka  dapat  dinilai  dan  dibandingkan  dengan  sesuatu  patokan  atau dengan penampilan orang lain. (Morgal et.Al., 1986) Orang-orang ini menginginkan adanya umpan balik mengenai penampilannya.
Orang dengan n-ach tinggi selalu  memilih bekerja untuk tugas-tugas yang mempunyai derajat tantangan sedang-sedang karena mereka menginginkan adanya   keberhasilan.   Mereka   tidak   menyenangi   tugas   yang   mudah dantidak memberikan tantangan. Sebaliknya untuk melakukan tugas-tugas yang sangat sulit mereka tidak mau, apabila mereka yakin bahwa tugas tersebut sulit untuk dilaksanakan. Dengan demikian terlihat bahwa dalam bekerja mereka tidak untung-untungan, dan emua tujuan mereka adalah realistis. Apabila berhasil maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan aspirasinya sehingga dapat meningkat ke arah tugas-tugas yang  lebih  sulit,  orang  dengan  n-ach  rendah  sebaliknya  mau  memilih tugas-tugas yang sangat mudah atau sangat sulit. Apabila tugas sangat mudah dengan sendirinya mereka atau sangat sulit. Apabila tugas sangat mudah dengan sendirinya mereka akan melakukannya dengan baik, sebaliknya kegagalan di dalam melaksanakan tugas yang sangat sulit sekalipun tidak mempunyai arti apa-apa bagi mereka karena mereka sejak semula telah tahu bahwa akan gagal. Dengan demikian terlihat bahwa di dalam menentukan tujuan mereka itu tidak realistik (Carlson, 1987).


Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa guru yang mempunyai n-ach tinggi justru akan menurun motivasinya apabila memperoleh keberhasilan di dalam melaksanakan tugas. Sebaliknya apabila mereka kadang-kadang mengalami kegagalan maka hal ini justru akan dapat meningkatkan motivasinya kembali (Gage & Berliner, 1979).
3) Teori motivasi kompetensi (competence motivation)

Teori ini berasal dari Rober White (Morgan et al., 1986; Worell &Stilwell,

1981)  yang  menyatakan  bahwa  setiap  manusia  mempunyai  keinginan untuk menunjukkan bahwa guru yang mempunyai n-ach tinggi justru akan menurun motivasinya apabila memperoleh keberhasilan di dalam melaksanakan  tugas.  Sebaliknya  apabila  mereka  kadang-kadang mengalami kegagalan maka hal ini justru akan dapat meningkatkan motivasinya kembali (Gage & Berliner, 1981) yang menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan menaklukkan lingkungannya. Motivasi bekerja pada guru misalnya merupakan dorongan internal ke tingkah laku yang membawanya ke arah kemampuan dan penguasaan.
Faktor-faktor kognitif di dalam motivasi ini mencakup enam ketrampilan kompetensi diri yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru, yaitu a) keterampilan mengevaluasi diri sehubungan dengan tugas tersebut, b) nilai tugas bagi guru, c) harapan-harapan sukses di dalam melaksanakan tugas tersebut, d) locus of control, yaitu dengan faktor-faktor apa guru mengkaitkan keberhasilan maupun kegagalan yang dialami,  f)  penguatan  diri  untuk  mencapai  tujuan  (Worell  &Stilwell,

1981). Kepala sekolah dapat meningkatkan motivasi kompetensi guru dengan melakukan pendekatan internal sehingga unjuk kerja guru dapat berubah, dan guru dapat mengontrol prestasinya. Ini dapat dilakukan dengan jalan a) evaluasi diri sehubungan dengan tugas-tugas tertentu, b) penyusunan kontrol kepala sekolah–guru terhadap tugas, tanggung jawab, c) harapan-harapan positif untuk berhasil, dan d) umpan bali realistik atas penyelesaian  tugas-tugas  kesempatan  kepada  guru  untuk  melihat  diri sendiri secara
a)    Menyesuikan  tingkat  kesukaran  tugas  dengan  kemampuan  guru sehingga guru mempunyai harapan untuk berhasil.
b)    Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan tugas yang mempunyai nilai tinggi dan membangkitkan minat dengan jalan a) menyesuaikan tugas/pekerjaan dengan minat dan pengalaman guru sebelumnya.  Karenanya  setiap  pembagian  tugas  yang  diberikan kepada guru bersifat luwes dan memperlihatkan masukan dari guru  b) Setiap bentuk pekerjaan yang diberikan oleh kepala sekolah harus disusun dan disajikan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian dan mengikutsertakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian dan mengikutsertakan seluruh potensi yang dimiliki oleh guru.
c)    Memberi kesempatan kepada  guru untuk melakukan penguatan pada diri sendiri atas usaha dan ketahanannya.
4)  Teori motivasi kebutuhan Maslow

Maslow (Bierhler & Snowman, 1986) menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia yang bersifat hierarkis, dan dikelompokkan menjadi dua yaitu kebutuhan defisiensi serta kebutuhan pengembangan.
Termasuk di dalam kebutuhan defisiensi adalah kebutuhan fisiologis, keamanan, dicintai serta diakui dalam kelompoknya, dan harga diri/prestasi. Kelompok berikutn ya yaitu kebutuhan pengembangan mencakup kebutuhan aktualisasi diri, keinginan untuk mengetahui dan memahami, dan yang terakhir memenuhi kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang terkuat, dan yang pertama-tama harus terpenuhi akan dapat diharapkan bahwa ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan berikutnya, demikian seterusnya defisiensi tergantung pada orang lain’ sedang  untuk  memenuhi  kebutuhan  pertumbuhan  orang  tidak memerlukan orang lain, ia lebih tergantung pada diri sendiri (Galloway,
1976).

Kebutuhan estetis

Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami Kebutuhan untuk harga diri dan berprestasi Kebutuhan untuk dicintai dan diakui kelompoknya Kebutuhan atas keamanan
Kebutuhan fisiologis

Kalau untuk bergerak naik ken jenjang kebutuhan yang lebih tinggi orang harus melakukannya selangkah demi selangkah’ maka ia tidak demikian halnya apabila menurun. Seseorang yang telah mencapai jenjang kebutuhan tinggi misalnya jenjang kebutuhan untuk berprestasi tiba-tiba dapat kehilangan sama sekali motifnya untuk melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui kelompoknya tidak terpenuhi. Penurunan ini tidak terjadi dalam satu jenjang saja tetapi dapat beberapa jenjang sekaligus.
Seringkali dijumpai bahwa guru yang giat bekerja dan tinggi motivasinya untuk  berprestasi  tiba-tiba  tidak  bersemangat  sama  sekali  untuk  melakukan sesuatu karena ditinggal mati suami atau istrinya (kebutuhan untuk dicintai tidak ini akan membuat kepala sekolah mengerti mengapa:
a)  Guru  yang  lapar,  sakit  atau  mempunyai  kondisi  fisik  tidak  baik  tidak mempunyai motivasi untuk bekerja.
b) Guru akan lebih senang bekerja di dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan.
c)  Guru yang merasa disenangi, diterima oleh teman sejawat atau dikagumi akan lebih berminat untuk bekerja dibanding dengan mereka yang terabaikan atau dikucilkan oleh teman sejawatnya.
d)  Keinginan guru untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak selalu sama

(Biehler & Snowman, 1976).