Distribusi Frekuensi : Pengertian, Aplikasi, Contoh Tabel, dan Tutorial

Bacaan Selanjutnya ...

Teori Korelasi

Bab ini membahas masalah pengenalan analisis korelasi dan teori korelasi. Setelah selesai membaca bagian ini maka pembaca akan dapat memahami:
* Pengertian pengukuran asosiasi
* Pengertian korelasi
* Kegunaan teknik analisis korelasi
* Pengertian korelasi dan kausalitas
* Pengertian korelasi dan linieritas
* Asumsi dalam menggunakan korelasi
* Karakteristik korelasi
* Koefesien korelasi
* Signifikansi
* Interpretasi korelasi
* Uji hipotesis dalam korelasi
* Koefesien determinasi
1.1 Pengertian
Sepanjang sejarah umat manusia, orang melakukan penelitian mengenai ada dan tidaknya hubungan antara dua hal, fenomena, kejadian atau lainnya. Usaha-usaha untuk mengukur hubungan ini dikenal sebagai mengukur asosiasi antara dua fenomena atau kejadian yang menimbulkan rasa ingin tahu para peneliti.
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer, dan Wilson.
Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi diketemukan +1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif.
Jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.
Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis, karena kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel X mempengaruhi variabel Y secara sempurna. Jika korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
Dalam korelasi sebenarnya tidak dikenal istilah variabel bebas dan variabel tergantung. Biasanya dalam penghitungan digunakan simbol X untuk variabel pertama dan Y untuk variabel kedua. Dalam contoh hubungan antara variabel remunerasi dengan kepuasan kerja, maka variabel remunerasi merupakan variabel X dan kepuasan kerja merupakan variabel Y.
1.2 Kegunaan
Pengukuran asosiasi berguna untuk mengukur kekuatan (strength) hubungan antar dua variabel atau lebih. Contoh: mengukur hubungan antara variabel:
· Motivasi kerja dengan produktivitas
· Kualitas layanan dengan kepuasan pelanggan
· Tingkat inflasi dengan IHSG
Pengukuran ini hubungan antara dua variabel untuk masing-masing kasus akan menghasilkan keputusan, diantaranya:
· Hubungan kedua variabel tidak ada
· Hubungan kedua variabel lemah
· Hubungan kedua variabel cukup kuat
· Hubungan kedua variabel kuat
· Hubungan kedua variabel sangat kuat
Penentuan tersebut didasarkan pada kriteria yang menyebutkan jika hubungan mendekati 1, maka hubungan semakin kuat; sebaliknya jika hubungan mendekati 0, maka hubungan semakin lemah.
1.3 Teori Korelasi
1.3.1 Korelasi dan Kausalitas
Ada perbedaan mendasar antara korelasi dan kausalitas. Jika kedua variabel dikatakan berkorelasi, maka kita tergoda untuk mengatakan bahwa variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas. Kenyataannya belum tentu. Hubungan kausalitas terjadi jika variabel X mempengaruhi Y. Jika kedua variabel diperlakukan secara simetris (nilai pengukuran tetap sama seandainya peranan variabel-variabel tersebut ditukar) maka meski kedua variabel berkorelasi tidak dapat dikatakan mempunyai hubungan kausalitas. Dengan demikian, jika terdapat dua variabel yang berkorelasi, tidak harus terdapat hubungan kausalitas.
Terdapat dictum yang mengatakan “correlation does not imply causation”. Artinya korelasi tidak dapat digunakan secara valid untuk melihat adanya hubungan kausalitas dalam variabel-variabel. Dalam korelasi aspek-aspek yang melandasi terdapatnya hubungan antar variabel mungkin tidak diketahui atau tidak langsung. Oleh karena itu dengan menetapkan korelasi dalam hubungannya dengan variabel-variabel yang diteliti tidak akan memberikan persyaratan yang memadai untuk menetapkan hubungan kausalitas kedalam variabel-variabel tersebut. Sekalipun demikian bukan berarti bahwa korelasi tidak dapat digunakan sebagai indikasi adanya hubungan kausalitas antar variabel. Korelasi dapat digunakan sebagai salah satu bukti adanya kemungkinan terdapatnya hubungan kausalitas tetapi tidak dapat memberikan indikasi hubungan kausalitas seperti apa jika memang itu terjadi dalam variabel-variabel yang diteliti, misalnya model recursive, dimana X mempengaruhi Y atau non-recursive, misalnya X mempengaruhi Y dan Y mempengaruhi X.
Dengan untuk mengidentifikasi hubungan kausalitas tidak dapat begitu saja dilihat dengan kaca mata korelasi tetapi sebaiknya menggunakan model-model yang lebih tepat, misalnya regresi, analisis jalur atau structural equation model.
1.3.2 Korelasi dan Linieritas
Terdapat hubungan erat antara pengertian korelasi dan linieritas. Korelasi Pearson, misalnya, menunjukkan adanya kekuatan hubungan linier dalam dua variabel. Sekalipun demikian jika asumsi normalitas salah maka nilai korelasi tidak akan memadai untuk membuktikan adanya hubungan linieritas. Linieritas artinya asumsi adanya hubungan dalam bentuk garis lurus antara variabel. Linearitas antara dua variabel dapat dinilai melalui observasi scatterplots bivariat. Jika kedua variabel berdistribusi normal dan behubungan secara linier, maka scatterplot berbentuk oval; jika tidak berdistribusi normal scatterplot tidak berbentuk oval.
Gambar 1.1 Hubungan Linear Sempurna
Dalam praktinya kadang data yang digunakan akan menghasilkan korelasi tinggi tetapi hubungan tidak linier; atau sebaliknya korelasi rendah tetapi hubungan linier. Dengan demikian agar linieritas hubungan dipenuhi, maka data yang digunakan harus mempunyai distribusi normal. Dengan kata lain, koefesien korelasi hanya merupakan statistik ringkasan sehingga tidak dapat digunakan sebagai sarana untuk memeriksa data secara individual.
1.3.3 Asumsi
Asumsi dasar korelasi diantaranya seperti tertera di bawah ini:
* Kedua variabel bersifat independen satu dengan lainnya, artinya masing-masing variabel berdiri sendiri dan tidak tergantung satu dengan lainnya. Tidak ada istilah variabel bebas dan variabel tergantung.
* Data untuk kedua variabel berdistribusi normal. Data yang mempunyai distribusi normal artinya data yang distribusinya simetris sempurna. Jika digunakan bahasa umum disebut berbentuk kurva bel. Menurut Johnston (2004) ciri-ciri data yang mempunyai distribusi normal ialah sebagai berikut:
1. Kurva frekuensi normal menunjukkan frekuensi tertinggi berada di tengah-tengah, yaitu berada pada rata-rata (mean) nilai distribusi dengan kurva sejajar dan tepat sama pada bagian sisi kiri dan kanannya. Kesimpulannya, nilai yang paling sering muncul dalam distribusi normal ialah rata-rata (average), dengan setengahnya berada dibawah rata-rata dan setengahnya yang lain berada di atas rata-rata.
2. Kurva normal, sering juga disebut sebagai kurva bel, berbentuk simetris sempurna.
3. Karena dua bagian sisi dari tengah-tengah benar-benar simetris, maka frekuensi nilai-nilai diatas rata-rata (mean) akan benar-benar cocok dengan frekuensi nilai-nilai di bawah rata-rata.
4. Frekuensi total semua nilai dalam populasi akan berada dalam area dibawah kurva. Perlu diketahui bahwa area total dibawah kurva mewakili kemungkinan munculnya karakteristik tersebut.
5. Kurva normal dapat mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Yang menentukan bentuk-bentuk tersebut adalah nilai rata-rata dan simpangan baku (standard deviation) populasi.
Gambar distribusi normal seperti berikut ini:
Gambar 1.2 Distribusi Normal untuk Kurva Frekuensi 20 Koin
* X dan Y mempunyai hubungan linier. Hubungan linier artinya hubungan kedua variabel membentuk garis lurus.
1.3.4 Karakteristik Korelasi
Korelasi mempunyai karakteristik-karakteristik diantaranya:
a. Kisaran Korelasi
Kisaran (range) korelasi mulai dari 0 sampai dengan 1. Korelasi dapat positif dan dapat pula negatif.
b. Korelasi Sama Dengan Nol
Korelasi sama dengan 0 mempunyai arti tidak ada hubungan antara dua variabel. Jika dilihat dari sebaran data, maka gambarnya akan seperti terlihat di bawah ini:
Gambar 1.3 Korelasi dimana r = 0
c. Korelasi Sama Dengan Satu
Korelasi sama dengan + 1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) positif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka Y juga naik seperti pada gambar yang tertera di bawah ini:
Gambar 1.4 Korelasi dimana r = + 1
Korelasi sama dengan -1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) negatif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka Y turun (dan sebaliknya) seperti pada gambar yang tertera di bawah ini:
Gambar 1.5 Korelasi dimana r = – 1
1.3.5 Koefesien Korelasi
Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono:2006):
o 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
o >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah
o >0,25 – 0,5: Korelasi cukup
o >0,5 – 0,75: Korelasi kuat
o >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat
o 1: Korelasi sempurna
1.3.6 Signifikansi
Apa sebenarnya signifikansi itu? Dalam bahasa Inggris umum, kata, “significant” mempunyai makna penting; sedang dalam pengertian statistik kata tersebut mempunyai makna “benar” tidak didasarkan secara kebetulan. Hasil riset dapat benar tapi tidak penting. Signifikansi / probabilitas / α memberikan gambaran mengenai bagaimana hasil riset itu mempunyai kesempatan untuk benar. Jika kita memilih signifikansi sebesar 0,01, maka artinya kita menentukan hasil riset nanti mempunyai kesempatan untuk benar sebesar 99% dan untuk salah sebesar 1%.
Secara umum kita menggunakan angka signifikansi sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval) yang diinginkan oleh peneliti. Angka signifikansi sebesar 0,01 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan atau bahasa umumnya keinginan kita untuk memperoleh kebenaran dalam riset kita adalah sebesar 99%. Jika angka signifikansi sebesar 0,05, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 95%. Jika angka signifikansi sebesar 0,1, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 90%.
Pertimbangan lain ialah menyangkut jumlah data (sample) yang akan digunakan dalam riset. Semakin kecil angka signifikansi, maka ukuran sample akan semakin besar. Sebaliknya semakin besar angka signifikansi, maka ukuran sample akan semakin kecil. Unutuk memperoleh angka signifikansi yang baik, biasanya diperlukan ukuran sample yang besar. Sebaliknya jika ukuran sample semakin kecil, maka kemungkinan munculnya kesalahan semakin ada.
Untuk pengujian dalam SPSS digunakan kriteria sebagai berikut:
o Jika angka signifikansi hasil riset 0,05, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan
1.3.7 Interpretasi Korelasi
Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi, meliputi: pertama, melihat kekuatan hubungan dua variabel; kedua, melihat signifikansi hubungan; dan ketiga, melihat arah hubungan.
Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel dilakukan dengan melihat angka koefesien korelasi hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria sbb:
* Jika angka koefesien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak mempunyai hubungan
* Jika angka koefesien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin kuat
* Jika angka koefesien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin lemah
* Jika angka koefesien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna positif.
* Jika angka koefesien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna negatif.
Interpretasi berikutnya melihat signifikansi hubungan dua variabel dengan didasarkan pada angka signifikansi yang dihasilkan dari penghitungan dengan ketentuan sebagaimana sudah dibahas di bagian 2.7. di atas. Interpretasi ini akan membuktikan apakah hubungan kedua variabel tersebut signifikan atau tidak.
Interpretasi ketiga melihat arah korelasi. Dalam korelasi ada dua arah korelasi, yaitu searah dan tidak searah. Pada SPSS hal ini ditandai dengan pesan two tailed. Arah korelasi dilihat dari angka koefesien korelasi. Jika koefesien korelasi positif, maka hubungan kedua variabel searah. Searah artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka variabel Y juga tinggi. Jika koefesien korelasi negatif, maka hubungan kedua variabel tidak searah. Tidak searah artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka variabel Y akan rendah.
Dalam kasus, misalnya hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi sebesar 0,86 dengan angka signifikansi sebesar 0 akan mempunyai makna bahwa hubungan antara variabel kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi sangat kuat, signifikan dan searah. Sebaliknya dalam kasus hubungan antara variabel mangkir kerja dengan produktivitas sebesar -0,86, dengan angka signifikansi sebesar 0; maka hubungan kedua variabel sangat kuat, signifikan dan tidak searah.
1.3.8. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis uintuk korelasi digunakan uji T. Rumusnya sebagai berikut:
Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding t tabel dengan kriteria sebagai berikut:
· Jika t hitung > t table H0 ditolak; H1 diterima
· Jika t hitung t table 2,048. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan antara kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai
Disamping menggunakan cara diatas, cara kedua ialah menggunakan angka signifikansi. Caranya sebagai berikut:
Hipotesis berbunyi sbb:
* H0: Tidak ada hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai
* H1: Ada hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai
Angka signifikansi hasil perhitungan sebesar 0,03. Bandingkan dengan angka signifikansi sebesar 0,05. Keputusan menggunakan kriteria sbb:
o Jika angka signifikansi hasil riset 0,05, maka H0 diterima
Didasarkan ketentuan diatas maka signifikansi hitung sebesar 0,03 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya Ada hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai.
Dalam SPSS pengujian dilakukan dengan menggunakan angka signifikansi. Oleh karena itu dalam contoh analisis pada bab berikutnya akan hanya menggunakan angka signifikansi.
1.3.9 Koefesien Determinasi
Koefesien diterminasi dengan simbol r2 merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistik. Definisi berikutnya menyebutkan bahwa r2 merupakan rasio variabilitas nilai-nilai yang dibuat model dengan variabilitas nilai data asli. Secara umum r2 digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model. Dalam regresi r2 ini dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Jika r2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna.
Interpretasi lain ialah bahwa r2 diartikan sebagai proporsi variasi tanggapan yang diterangkan oleh regresor (variabel bebas / X) dalam model. Dengan demikian, jika r2 = 1 akan mempunyai arti bahwa model yang sesuai menerangkan semua variabilitas dalam variabel Y. jika r2 = 0 akan mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara regresor (X) dengan variabel Y. Dalam kasus misalnya jika r2 = 0,8 mempunyai arti bahwa sebesar 80% variasi dari variabel Y (variabel tergantung / response) dapat diterangkan dengan variabel X (variabel bebas / explanatory); sedang sisanya 0,2 dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diketahui atau variabilitas yang inheren. (Rumus untuk menghitung koefesien determinasi (KD) adalah KD = r2 x 100%) Variabilitas mempunyai makna penyebaran / distribusi seperangkat nilai-nilai tertentu. Dengan menggunakan bahasa umum, pengaruh variabel X terhadap Y adalah sebesar 80%; sedang sisanya 20% dipengaruhi oleh faktor lain.
Dalam hubungannya dengan korelasi, maka r2 merupakan kuadrat dari koefesien korelasi yang berkaitan dengan variabel bebas (X) dan variabel Y (tergantung). Secara umum dikatakan bahwa r2 merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel yang memberikan response (Y). Dengan menggunakan bahasa sederhana r2 merupakan koefesien korelasi yang dikuadratkan. Oleh karena itu, penggunaan koefesien determinasi dalam korelasi tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel X terhadap Y mengingat bahwa korelasi tidak sama dengan kausalitas. Secara bebas dikatakan dua variabel mempunyai hubungan belum tentu variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Lebih lanjut dalam konteks korelasi antara dua variabel maka pengaruh variabel X terhadap Y tidak nampak. Kemungkinannya hanya korelasi merupakan penanda awal bahwa variabel X mungkin berpengaruh terhadap Y. Sedang bagaimana pengaruh itu terjadi dan ada atau tidak kita akan mengalami kesulitan untuk membuktikannya. Hanya menggunakan angka r2 kita tidak akan dapat membuktikan bahwa variabel X mempengaruhi Y.
Dengan demikian jika kita menggunakan korelasi sebaiknya jangan menggunakan koefesien determinasi untuk melihat pengaruh X terhadap Y karena korelasi hanya menunjukkan adanya hubungan antara variabel X dan Y. Jika tujuan riset hanya untuk mengukur hubungan maka sebaiknya berhenti saja di angka koefisien korelasi. Sedang jika kita ingin mengukur besarnya pengaruh variabel X terhadap Y sebaiknya menggunakan rumus lain, seperti regresi atau analisis jalur.
1.4 Ringkasan
Teknik analisis korelasi merupakan bagian dari teknik pengukuran asosiasi (measure of association) yang berguna untuk mengukur kekuatan hubungan dua variabel (atau lebih). Terdapat beberapa teknik analisis korelasi, diantaranya yang paling terkenal dan digunakan secara luas diseluruh dunia ialah teknik analisis korelasi Pearson dan Spearman.
Korelasi merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan dua variabel. Korelasi tidak secara otomatis menunjukkan hubungan kausalitas antar variabel. Hubungan dalam korelasi dapat berupa hubungan linier positif dan negatif. Interpretasi koefesien korelasi akan menghasilkan makna kekuatan, signifikansi dan arah hubungan kedua variabel yang diteliti. Untuk melihat kekuatan koefisien korelasi didasarkan pada jarak yang berkisar antara 0 -1. Untuk melihat signifikansi hubungan digunakan angka signifikansi / probabilitas / alpha. Untuk melihat arah korelasi dilihat dari angka koefisien korelasi yang menunjukkan positif atau negatif.
Konsep-konsep korelasi dalam bagian ini akan dijadikan sebagai pijakan atau landasan teori dalam menggunakan teknik korelasi di bagian-bagian berikutnya dalam buku ini. Oleh karena itu, pembaca perlu memahami konsep dasar korelasi sebelum menggunakannya.

Pengertian Distribusi Frekuensi

Misalnya anda ingin membuat tabel frekuensi nilai matapelajaran statistika pada kelas anda, dengan rentang nilai tertentu. Anda membuat tabelnya seperti berikut :
NilaiFrekuensi
0-508
51-10022
Total30
Tabel diatas merupakan contoh sederhana tabel frekuensi dalam kehidupan seharihari.Dalam tabel tersebut dapat kita lihat bahwa ada siswa yang mendapatkan nilai antara 0-50, dan ada siswa yang mendapatkan nilai diatas 50, itulah yang dimaksud dengan sebaran data (distribusi).
Dalam aplikasinya anda dapat menambahkan frekuensi kumulatif dan frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi anda (akan dijelaskan pada tabel dibawah).
Sampai disini, yang penting anda sudah paham dulu apa itu distribusi frekuensi, apa itu tabel frekuensi.

Komponen Distribusi Frekuensi

Nah dalam distribusi frekuensi anda perlu tau beberapa hal, seperti kelas, batas kelas dan interval kelas.

Kelas Frekuensi

Kelas yang dimaksud adalah kelopok yang ditentukan dengan perhitungan tertentu sehingga antar kelas memiliki aturan dan karakter yang sama.

Batas Kelas Distribusi Frekuensi

Batas kelas merupakan nilai yang berada pada tepi bawah atau tepi atas suatu kelompok (kelas). Dengan demikian batas kelas terdiri dari batas atas dan batas bawah.
Intervel Kelas
Interval kelas menunjukkan seberapa lebar suatu kelas pada tabel distribusi frekuensi. misalnya sebuah kelas yang terbentuk 1-5 (maka panjang intervalnya adalah 5).

Tahapan Membuat Tabel Distribusi Frekuensi

Tahapan-tahapan yang perlu anda lakukan untuk membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut :
  1. Membuat rentang atau selisih nilai terbesar dan terkecil.
  2. Membuat jumlah kelas yang dapat diberi lambang k dengan menggunakan rumus berikut :
    k = 1 + 3.322 log n, n : menunjukkan banyaknya nilai observasi.
  3. Selanjutnya anda tentukan jumlah interval kelas yang diberi lambang (c), dengan rumus 
Distribusi Frekuensi
Keterangan komponen :
    k    :    Banyaknya kelas
    Xn    :    Nilai observasi terbesar
    X1    :    Nilai observasi terkecil.
  • Tahap terakhir adalah menentukan batas kelas (tepi bawah dan tepi atas)
    Batas bawah kelas (tepi bawah) menunjukkan kisaran nilai data terkecil pada suatu kelas (kelompok). Sedangkan batas atas kelas menunjukkan kemungkinan nilai data terbesar dalam suatu kelas (kelompok).
Sebagai contoh :
Dalam sebuah kelas bahasa inggiris diperoleh nilai dari 40 siswa sebagai berikut:
50537473
75765867
74747372
72737372
79717075
78527474
75747274
75747268
79717969
71707079
Dari data tersebut ingin bibuat sebuah tabel frekuensi untuk menyajikan data sebaran nilai dari ke 40 siswa saat ujian bahasa Inggris.
maka;
n =40
k=1+3.322n
k=6.322 ~ 6
c = (79-50)6=4.8~5
KelasFrekuensiTepi BawahTepi Atas
50-54349,554,5
55-59154,559,5
60-64
59,564,5
65-69364,569,5
70-742369,574,5
75-791074,579,5
Dalam menampilkan data memang terkadang membuat pembaca sulit memahami maksud yang ingin kita sampaikan, termasuk dalam menyajikan data tabel distribusi frekuensi.
Faktanya, pembaca lebih senang melihat tampilan berupa grafik daripada tabel. Agar data yang anda tampilkan mudah dipahami oleh pembaca, sebaiknya anda juga menampilkan data secara lengkap. Sertakan juga tabel distribusi frekuensi relatif dan tabel distribusi frekuensi kumulatifnya, dan sertakan grafik (histogram) yang enak dilihat.
Tabel Distribusi Frekuensi Relatif dan Kumulatif

Untuk membentuk tabel frekuensi, anda dapat menggunakana persamaan yang terdapat di dalam tabel berikut :
X
F
Fr
Fk*
Fk**
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
X1
X2
Xi
Xk
f1
f2
fi
fk
f1/n
f2/n
fi/n
fk/n
f1
f1 + f2
f1 + f2 + … + fi
f1 + f2 + … + fi + … + fk
f1 + f2 + … + fi + … + fk f2 + … + fi + … + fk
f1 + fk
fk
Jumlah






*Sama atau kurang dari
**Sama atau lebih dari
X = Observasi
F = Frekuensi
Fr = Frekuensi Relatif
Fk= Frekuensi Kumulatif
Grafik dalam distribusi frekuensi sering digambarkan dalam bentuk histogram atau grafik batangan (bar chart) dan frekuensi poligon.
Distribusi Frekuensi

Perhitungan Distribusi Frekuensi Pada Data Berkelompok

Perhitungan distribusi frekuensi untuk data berkelompok dapat dicari berdasarkan ukuran pemusatannya, ukuran letaknya, dan ukuran variansinya.

Ukuran Pemusatan

Jenis UkuranData Yang diperlukanRumusKeterangan
Rata-Rata HitungTitik data dan frekuensinya. Distribusi FrekuensiXi     :  Data
fi    :  Frekuensi data
Rata-Rata UkurNilai titik tengah dan frekuensinya. Distribusi FrekuensiXi   :  Nilai tengah
fi    :  Frekuensi data
ModusTepi batas kelas, interval kelas, frekuensi masing-masing kelas. Distribusi Frekuensio  Tb   : Tepi bawah kelas modus
o  d1   : Frekuensi kelas modus – frekuensi kelas sebelumnya.
o  d2   : Frekuensi kelas modus – frekuensi kelas sesudahnya.
o  C     : Interval kelas

Ukuran Letak

Jenis UkuranData Yang diperlukanRumusKeterangan
Median (Med)Tepi batas kelas, interval kelas, frekuensi kumulatif, frekuensi masing-masing kelas.Distribusi Frekuensio  tb   :  Tepi bawah kelas  yang memuat median
o  c     : Interval kelas.
o  fk    : Frekuensi kumulatif sebelum kelas yang memuat median.
o  f     : Frekuansi yang memuat median
Kuartil (Qi)Tepi batas kelas, frekuensi kumulatif, frekuensi masing-masing kelas, panjang interval kelas.* Letaknya :
Qi  =  [i / 4] x n,
dimana i =  1, 2, 3.
* Nilai / besarnya :
Distribusi Frekuensi
o  tb  :  Tepi bawah keas Qi.
o  fki  :  Frekuensi kumulatif    sebelum kelas Qi.
o  fi    :  Frekuensi kelas Qi.
o  n    :  Banyaknya data.
Desil
(Di)
Tepi batas kelas, frekuensi kumulatif, frekuensi masing-masing kelas, panjang interval kelas.Letaknya :
Di  =  [i / 10] x n,
dimana i =  1, 2, 3, … , 9.
Nilai / besarnya :
Distribusi Frekuensi
o  tb  :  Tepi bawah keas Di.
o  fki  :  Frekuensi kumulatif    sebelum kelas Di.
o  fi    :  Frekuensi kelas Di.
o  n    :  Banyaknya data.
Persentil
(Pi)
Tepi batas kelas, frekuensi kumulatif, frekuensi masing-masing kelas, panjang interval kelas.Letaknya :
Pi  =  [i / 100] x n,
dimana i =  1, 2, 3, … , 99.
Nilai / besarnya :
Distribusi Frekuensi
tb  :  Tepi bawah keas Di.
fki  :  Frekuensi kumulatif    sebelum kelas Di.
fi    :  Frekuensi kelas Di.
n    :  Banyaknya data.