- Kinerja Guru
Kata “Kinerja” berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan dari“performance” yang berarti pekerjaan, perbuatan, pertunjukan.[11] Menurut kamus Bahasa Indonesia istilah kinerja dapat diartikan sebagai 1) sesuatu yang dicapai, 2) prestasi yang diperlihatkan; 3) kemampuan kerja.[12]
Selanjutnya dalam Webster New World Dictionary istilah Performance diartikan sebagai 1) pertunjukan, 2) prestasi.[13]
Para ahli dalam merumuskan pengertian kinerja mempunyai kesamaan bahwa kinerja adalah proses pencapaian suatu hasil. Kinerja merupakan tindakan untuk melakukan suatu pekerjaan.[14]
Bateman mengungkapkan kinerja adalah proses kinerja dari seseorang individu untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Dengan demikian, istilah kinerja dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang ditampilkan oleh seseorang selama atau dalam melakukan aktivitas. Kinerja merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau penampilan kerja. Kinerja sebagai bentuk kemampuan kerja yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menghasilkan sesuatu.
Menurut Mondy dan Noe bahwa kinerja dipandang sebagai perpaduan dari (1) hasil kerja (apa yang yahus dicapai oleh seseorang) dan (2) kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).[15]
Selain itu Levinson memberikan definisi tentang kinerja yang berupa pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.[16]
Uraian di atas sedikit banyaknya telah menjelaskan bagaimana yang dimaksud dengan kinerja. Disebutkan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang dengan segenap daya upayanya berkenaan dengan segala macam tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh organisasinya.
Dengan sintesa di atas telah memberikan gambaran yang jelas tentang sebuah kinerja. Berkenaan dengan hal itu kinerja dihubungkan dengan keberadaan seorang guru yang menjadi ujung tombak pendidikan. Alhasil kinerja seorang guru banyak sekali hubungannya dengan proses belajar yang terjadi di dalam maupun di luar kelas pada suatu lembaga pendidikan.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan kinerja guru adalah hasil yang dicapai seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar dan usaha-usaha yang dilakukannya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kinerja guru merupakan suatu wujud aplikasi dari segala potensi yang dimiliki oleh seorang guru. kinerja guru dapat diketahui dari kemampuannya dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut dalam kegiatan belajar mengajar. Kinerja guru menunjukkan kemampuan dalam mengintegrasikan tujuan, materi, metode, sarana dan prasarana, sumber belajar, dan unsur-unsur lainnya yang dapat mendukung dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kinerja guru dapat dilihat dari kemampuan dalam melaksanakan tugas. Tugas utama seorang guru adalah mengajar, mendidik dan melatih. Menurut Gordon, guru mempunyai tugas dan pekerjaan sebagai pekerja kelompok yang menciptakan suasana belajar di kelas dan diluar kelas, sebagai konselor yang membantu siswa agar mampu mengarahkan dan menyesuaikan diri pada lingkungan hidupnya, dan sebagai pelaksana penelitian yang berfungsi meningkatkan pelayanan pendidikan dan pengajaran. George B. Redfern mengemukakan tugas yang harus dilaksanakan oleh guru adalah : 1) Merencanakan dan mengorganisasikan tugas mengajar; 2) Memotivasi murid; 3) Menggunakan sumber yang tersedia; 4) Melaksanakan teknik instruksional; 5) Bertanggung jawab terhadap pertumbuhan proresional; dan 6) Melakukan hubungan dengan orang tua siswa. Sementara itu Gagne berpendapat bahwa dalam kegiatan belajar mengajar terdapat tiga kemampuan pokok yang dituntut dari guru yaitu : 1) Merencanakan kegaitan belajar mengajar; 2) Mengelola kegiatan belajar mengajar; dan 3) Menilai kegiatan belajar mengajar. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Uzer Usman mengemukakan, “…bahwa guru memiliki banyak tugas, baik tugas yang terikat oleh dinas maupun tugas di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas-tugas tersebut dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu : 1) Tugas dalam bidang profesi; 2) Mengelola dalam bidang kemanusiaan; 3) Tugas dalam bidang kemasyarakatan.”[17]
Secara umum tugas dapat dibedakan atas tugas personal, tugas sosial, dan tugas profesional. Tugas profesional berkaitan dengan pribadi guru yang dapat menunjang penampilan sebagai seorang pemimpin kelas yang berwibawa. Tugas sosial yang berkaitan dengan misi kemanusiaan yang dapat menunjang hubungan dengan sesama baik hubungan horizontal maupun hubungan vertical. Tugas profesional berkaitan dengan pelaksanaan peran profesi yang menunjang keberhasilan dalam interaksi belajar mengajar.
Sejalan dengan tugas di atas, Johnson sebagaimana dikutip
Sanusi dkk mengemukakan tiga aspek performance guru :
Sanusi dkk mengemukakan tiga aspek performance guru :
1) Kemampuan profesional, mencakup : a) penggunaan pelajaran yang konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan, b) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, c) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
2) Kemampuan social, mencakup : kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
3) Kemampuan personal guru, mencakup : a) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya; b) pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh guru; c) penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagaimana panutan dan teladan bagi para siswanya.[18]
Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, seorang guru harus memiliki kemampuan yang memadai. Kemampuan tersebut menurut M. Riva’i meliputi :
1) Kemampuan pribadi, terdiri dari berbagai pengetahuan /pengertian, keterampilan dan sikap menjadikannya kepribadian yang untuk yang diperlukan warga negara dan guru yang baik.
2) Kemampuan khusus/kejuruan, yaitu penguasaan-penguasaan bidang studi tertentu.
3) Kemampuan profesional, mengetahui dan dapat menerapkan dasar-dasar pendidikan dan teori-teori belajar sehubungan dengan perkembangan dan tingkah laku anak.[19]
Syah dalam Idochi membagi kompetensi guru yang profesional kedalam tiga aspek, “…yaitu 1) Kompetensi kognitif, meliputi penguasaan terhadap pengetahuan kependidikan, pengetahuan materi yang diajarkan, dan kemampuan menstranfer pengetahuan kepada para siswa agar dapat belajar secara efisien dan efektif; 2) Kompetensi afektif, meliputi sikap dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan dan pandangan seorang guru terhadap kualitas dirinya; 3) Kompetensi psikomotorik, meliputi kecakapan fisik umum dan khusus seperti ekspresi verbal dan non verbal.”[20]
Kompetensi tersebut di atas sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai sebagaimana dikemukakan oleh Bloom. Sasaran yang dimaksud dibagi dalam tiga ranah yang menunjukkan perilaku ingin dicapai dalam setiap pembelajaran. Secara garis besar dapat dirinci sebagai berikut : “1) Ranah kognitif, terdiri dari : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sistesis , evaluasi; 2) Ranah afektif, terdiri dari kemampuan menerima, kemampuan menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, ketelitian, 3) Ranah psikomotor, terdiri dari : gerak tubuh, koordinasi gerak, komunikasi non verbal, dan perilaku bicara.”[21]
P3G Depdikbud merumuskan sepuluh kompetisi dasar yang harus dimiliki yaitu : (1) Menguasai bahan ajar, (2) Mengelola program belajar mengajar, (3) Mengelola kelas, (4) Menggunakan media dan sumber pengajaran (5) Menguasai landasar kependidikan, (6) Mengelola interaksi belajar mengajar, (7) Menilai prestasi belajar siswa, (8) Mengenal fungsi dan program BP, (9) Mengenal dan ikut menyelenggaran administrasi sekolah, dan (10) Memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan menafsirkannya untuk pengajaran.
Pada umumnya kinerja guru diukur dari kemampuannya dalam mengajar. Mengajar bukan sekedar menyampaikan pengetahuan melainkan suatu upaya untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung berlangsungnya proses belajar hingga tujuan dapat tercapai. Engkoswara memberi batasan sebagat berikut :
a. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan atau ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid-muridnya.
b. Mengajar adalah menanamkan sikap dan nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan dasar dari seseorang yang telah mengetahui/menguasai kepada orang lain.
c. Mengajar ialah membimbing seseorang atau sekelompok orang supaya belajar berhasil.[22]
Selanjutnya pendapat lain menurut William H. Buston dalam Mohammad Ali, “…mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.”[23]
Sesuai dengan pandangan di atas, maka pekerjaan mengajar merupakan pekerjaan profesi , yang perlu dilakukan oleh seseorang yagn memiliki kemampuan profesional. Lierberman berpendapat bahwa unsur profesional antara lain :
a. Unsur layanan sosial yang unik, spesifik , dan esensial;
b. Aspek kecakapan intelektual yang ditekankan dalam memberikan layanan ;
c. Persyaratan pelatihan jangka panjang bagi setiap anggota kelompok ;
d. Tanggung jawab yang luas bagi masing-masing praktisi untuk membuat pertimbangan dan menampilkan perilaku yang selaras dengan batas-batas kompetensinya ;
e. Adanya pengakuan masyarakat terhadap otonomi yang dimiliki ;
f. Penempatan unsur layanan sebagai landasan dalam mengelola dan memikirkan kualitas kelompok ; dan
g. Masing-masing partisi menjadi anggota suatu organisasi yang luas, mandiri, dan berhak untuk mengatur dirinya sendiri.[24]
Berhubungan dengan penjelasan tentang mengajar, Nasution, memberikan pengertian bahwa, ”…mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga menjadi proses belajar mengajar.[25]
Proses belajar mengajar yang dilakukan guru harus dapat mengubah situasi menjadi suatu upaya pertemuan berupa interaksi guru dan siswa, sehingga mewujudkan perasaan yang mendorong untuk belajar berhasil. Sebagaimana dikemukakan oleh Bobbi de Porter dan Mike Hernacki, “…sebelum suatu program dimulai, staf masuk ke dalam masing-masing kelas dan mengubahnya menjadi suatu tempat, dimana siswa-siswa akan merasa nyaman , terdorong dan mendapat dukungan.”[26]
Untuk mendorong peningkatan kinerja guru, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain : 1) Lokasi kerja yang menarik; 2) Sikap manajer terhadap karyawan; 3) Adanya pengakuan harga diri; 4) Terjadinya keamanan dan keselamatan kerja; 5) Sikap lembaga terhadap kompensasi kerja; 6) Adanya komunikasi dan kerja sama yang harmonis; dan 7) Adannya penghargaan terhadap prestasi dan hasil kerja.
Guru sebagai pendidik dan pengajar mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi, diharapkan memilih komitmen terhadap visi, misi dan tujuan pendidikan, sebagaimana disampaikan oleh Fasli Jalal dan Deden Supriadi, ” … bahwa dewasa ini harapan masyarakat terhadap pendidikan yang bermutu semakin meningkat, sejalan dengan semakin luasnya akses pendidikan. Dilihat dari sudut pandang pemerintah dan yayasan penyelenggara pendidikan, peningkatan harapan masyarakat tersebut memberikan tantangan baru terhadap dunia pendidikan. pendidikan tidak bisa lagi hanya didasari niat asal berjalan melainkan harus lebih bermutu dan akuntabel.”[27]
Guru sebagai pendidik dan pengajar perlu menyadari bahwa yang dihadapi adalah anak bangsa yang memiliki perbedaan karakter dan latar belakang, serta perlu memperhatikan perkembangan siswa baik secara individual maupun secara klasikal, serta perlu menciptakan hubungan yang harmonis sehingga guru dapat mengelola proses belajar mengajar dan mengelola kelas secara efektif dan efisien. Hal ini ditegaskan pula dengan pendapat I.G.A.K. Wardani, “Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal guna terjadinya proses pembelajaran yang selalu serasi dan efektif.”[28]
Dalam proses pembelajaran, guru harus dapat mengaplikasikan strategi pembelajaran yang efektif. Newman dan Logan dalam A. Tabrani Ruslan mengemukakan tentang penyusunan strategi pembelajaran sebagai berikut : “(1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan peruilaku peserta didik, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar utama yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran, sehingga dapat digunakan oleh guru sebagai acuan pengembangan; (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dipandang efektif dan efisien; (4) menetapkan norma-norma dan batas minimum keberhasilan dalam melaksanakan pengukuran dan evaluasi hasil belajar siswa.”[29]
Kompetensi pokok mengajar guru menurut P3G Depdikbud yaitu : “(1) kemampuan merencanakan pengajaran; (2) kemampuan melaksanakan prosedur mengajar; dan (3) kemampuan melaksanakan hubungan pribadi.”[30]
Ketiga kemampuan atau kompetensi mengajar guru yang diuraikan di atas dijabarkan lebih spesifik dan operasional sebagai berikut :
1. Kemampuan merencanakan pengajaran : (a) menentukan bahan pembelajaran dan merumuskan tujuan, (b) memilih dan mengorganisasikan materi, alat bantu, dan sumber , (c) merancang skenario pembelajaran, (d) merancang pengelolaan kelas, dan (e) merancang prosedur dan mempersiapkan alat evaluasi.
2. Kemampuan melaksanakan prosedur mengajar : (a) mengelola ruang, waktu, dan fasilitas belajar, (b) menggunakan strategi pembelajaran, (c) mengelola interaksi kelas, (d) mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam pembelajaran mata pelajaran terterntu, (e) melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar.
3. Kemampuan melaksanakan hubungan pribadi, di samping kemampuan yang dinilai, turut menjamin kinerja guru secara optimal adalah hubungan yang harmonis dengan sesama, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Guru dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai sasaran secara umum yaitu peserta didik agar menguasai pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan tanggung jawab sehingga diperlukan kemampuan merencanakan pembelajaran, memimpin dan mengelola pembelajaran, menilai hasil pembelajaran serta menyempurnakan dan menindaklanjuti hasil penilaian. Sebagaimana Davies mengidentifikasikan fungsi umum berupa ciri pekerjaan guru sebagai manajer yaitu : “(1) merencanakan pembelajaran, (2) mengorganisasikan untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar sehingga dapat mewujudkan pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, (3) memimpin, berkaitan dengan tugas guru untuk memotivasi dabn menstimulasikan murid-muridnya, (4) mengawasi, berkaitan dengan pekerjaan guru untuk menentukan apakah fungsi dalam organisasi dan memimpin telah berhasil.[31]
Proses belajar mengajar merupakan proses inti yang terjadi di sekolah sebagai lembaga pendidikan. belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Unsur yang terdapat dalam belajar adalah motif untuk belajar, tujuan yang hendak dicapai dan situasi yanag mempengaruhi. Sedangkan faktor yang menunjang efisiensi hasil belajar adalah kesiapan (rediness), minat dan konsentrasi dalam belajar, serta keteraturan waktu dalam belajar.
a. Kesiapan (readiness) merupakan kapasitas (kemampuan potensial) fisik maupun mental untuk belajar disertai harapan keterampilan yang dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan sesuatu.
b. Minat dan konsentrasi dalam belajar merupakan dua faktor yan saling berkaitan. Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampaikan semua hal lain yang tidak berhubungan. Minat adalah menunjukkan kesungguhan dalam mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
c. Keteraturan waktu; belajar secara teratur dan mengikuti pengaturan waktu yang sudah ditetapkan secara disiplin sebenarnya dapat mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri. Baik dalam hal akademis maupun fisik dan mental. Secara akademis keteraturan dapat memperbanyak pembendaharaan ilmu pengetahuan.
Mengajar merupakan aktivitas guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa yang didasarkan pada kemampuan/kompetemsi mengajar guru yang telah ditentukan.
Kemampuan dasar guru mencakup semua ilmu pengetahuan, keterampilan serta sikap yang harus dan dapat dilakukan guru dalam penyelenggaraan KBM. Kemampuan dasar merupakan modal dasar untuk dapat mengajar yang diperoleh selama menjalani pendidikan di LPTK, dan perlu dikembangkan terus menerus agar menghasilkan kualitas pengajaran terbaik.
Kemampuan dasar tersebut meliputi sepuluh kemampuan dasasr guru sebagai berikut :
a. Penguasaan materi
b. Pengelolaan PBM
c. Penggunaan media dan sumber
d. Pengelolaan kelas
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
h. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi
j. Memahami prinsip dan mampu memberikan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk keperluan pengajaran.
Selain hal di atas diperlukan adanya pembinaan dari kepala sekolah sebagai pemimpin sekaligus supervisor. Sebagaimana tujuan supervisi dalam kurikulum yaitu mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan pneingkatan potensi mengajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis sintesiskan bahwa, kinerja guru merupakan kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar dan upaya yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional.
Bila menelaah penejelasan di atas secara garis besar kinerja guru merupakan hasil yang dicapai seorang guru dengan segenap daya dan upayanya agar proses pembelajaran yang terjadi di dalam maupun di luar kelas berjalan dengan baik sehingga diharapkan dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Konsep Administrasi Pendidikan
Setiap organisasi menuntut adanya keteraturan pada wadah dan proses yang diwujudkan melalui administrasi. Di dalam bidang pendidikan, keteraturan itu terwujud melalui administrasi pendidikan, yang rumusan definisinya menurut para ahli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang.
Administrasi pendidikan menurut Hadari Nawawi adalah, “Rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal.”[32]
Selanjutnya Sutjipto dan Basori Mukti mengemukakan, Administrasi pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian.[33]
Dengan pengertian di atas, maka administrasi pendidikan penekanan pada penciptaan proses kerjasama dalam kegiatan manajerial menuju tercapainya tujuan organisasi yang telah di tetapkan, sehingga organisasi mampu menciptakan proses kerjasama yang harmonis.
Selanjutnya Engkoswara mendefinisikan Administrasi Pendidikan sebagai berikut :
Administrasi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan menciptakan suasana yang baik bagi manusia, yang turut serta dalam pencapaian tujuan pendidikan yang disepakati. Administrasi pendidikan dasarnya adalah suatu media belaka untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif, yaitu efektif dan efisien.”[34]
Dalam pencapaian produktivitas pendidikan, diperlukan suatu proses terutama berkenaan dengan perilaku manusia dalam berorganisasi, karena administrasi pendidikan pada dasarnya alat untuk menyatukan ide-ide, personal, material dalam pendidikan, baik dilingkungan sekolah maupun suatu kantor yang mengelola pendidikan di setiap tingkat pendidikan.
Berikut ini Engkoswara memformulasikan Konsepsi Administrasi Pendidikan sebagai berikut :
| |||
Garapan | PR | PL | Png | ||||||||
Fungsi | M | S | F | M | S | F | M | S | F | ||
Perencanaan | |||||||||||
Pelaksanaan | |||||||||||
Pembinaan |
|
Gambar 1. Konsepsi Administrasi Pendidikan
Keterangan :
PR = Perencanaan M = Manusia
PL = Pelaksanaan S = Sumber Belajar
Png = Pembinaan F = Fasilitas
P = Tujuan Pendidikan
Dalam proses administrasi/Manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang Manager / Pimpinan. Menurut Nanang Fatah fungsi tersebut :
Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organization), Pemimpin (Leading), dan Pengawasan (Controling). Oleh karena itu , manajement diartikan sebagai proses merancana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisasi, menentukan kesempatan dan ancaman, menentukan strategi, kebijakan taktik dan program. Semua ini dilakukan berdasarkan proses pengambilan keputusan secara ilmiah.
Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagikan kedalam fungsi garis, staf, dan fungsional. Hubungan terdiri atas tanggung jawab dan wewenang. Sedangkan strukturnya dapat horizontal dan vertikal. Semuanya itu memperlancar alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengimplementasikan rencana.
Fungsi pemimpin menggambarkan bagaimana manajement mengarahkan dan mempengaruhi para bawahan, bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial dengan menciptakan suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama.
Fungsi pengawasan meliputi penentu standar, supervisi, dan mengukur penampilan / pelaksanaan terhadap standar dan memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai. Pengawasan sangat erat kaitannya dengan perencanaan , karena melalui pengawasan efektifitas manajement dapat diukur.[35]
Dengan definisi administrasi pendidikan di atas mengandung pengertian yang hampir sama, oleh karena itu dapat dikemukakan secara umum yakni suatu cabang ilmu yang mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum atau sumber belajar yang telah disepakati, sehingga dapat mencapai tujuan secara optimal dan tercipta suasana yang harmonis dalam proses pencapaiannya, dengan upaya yang efektif dan efisien.
Pekerjaan yang efektif menurut Made Pidarta, “…ialah kalau pekerjaan itu memberi hasil yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan semula, dengan kata lain suatu pekerjaan dikatakan efektif, kalau suatu pekerjaan sudah mempu merealisasikan tujuan organisasi dalam aspek yang dikerjakan tersebut.”[36] Secara lebih khusus Engkoswara mengemukakan bahwa, “…keberhasilan pendidikan adalah roduktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektivitas dan pada efisiensi.”[37]
Sedangkan efisiensi pendidikan atau sekolah dapat dilihat dari (1) kegairahan atau motivasi belajar yang tinggi, (2) semangat kerja yang besar, (3) kepercayaan berbagai pihak, dan (4) pembiayaan, waktu dan tenaga yang sekecil mungkin, tetapi hasil yang besar.
Dengan demikian maka proses kegiatan bidang pendidikan dengan melibatkan berbagai potensi yang diperlukan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan berupa keberhasilan pendidikan peserta didik. Sebagaimana di kemukakan oleh R. Iyeng Wiraputra.
Disamping guru, murid dan kurikulum, di sekolah biasanya terdapat sejumlah orang lain…termasuk di dalamnya Kepala Sekolah. Apapun kedudukan dan tugasnya… akhirnya kepentingan dalam pengembangan anak didik dan pada dasarnya berkewajiban untuk meningkatkan proses belajar mengajar… tujuan akhir yang harus di kejarnya sama dengan tujuan guru dan tujuan terhadap keberhasilannya ialah kemajuan anak didik.”[38]
Dengan gambaran di atas dalam konteks administrasi pendidikan, di arahkan dalam usaha merancang, membina, meningkatkan keteraturan dalam organisasi, sehingga iklminya kondusif dan menunjang kerja sama serta produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan pendidikan.
3. Kepemimpinan Pendidikan
Dalam ilmu administrasi di perlukan konsep kepemimpinan sebagai suatu bidang kajian ilmu administrasi yang meninjau tentang kedudukan seseorang yang memberi pengaruh terhadap organisasi termasuk personil lainnya dalam mencapai tujuan.
Kepemimpinan merupakan ujung tombak organisasi yang mengarahkan orang-orang yang memberdayakan sumber-sumber lain demi kepentingan organisasi. Untuk memahami kepemimpinan, berikut ini dikemukakan konsep tentang kepemimpinan.
a. Pengertian Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan menurut George R. Terry, “Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang, agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.”[39]
Lebih lanjut Wahjosumodjo menyajikan beberapa definisi yang dikutip dari Fred E. Fieldter dan Martin M. Chemers, sebagai berikut :
1) Leadership is the exercises of authority and the making of decisions(Kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan)[40].
2) Leadership is the initiation of acts that results in a consistent pattern of group interction directed toward the solution of mutual problems (Kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan problem-problem yang saling berkaitan)[41]
3) Leadership is the process of influencing group activities toard setting and goal achievement (Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan).[42]
Sedangkan menurut Kartini Kartono pengertian pemimpin sebagai berikut : “Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.”[43]
Mengenai kepemimpinan menurut Howard H. Hoyt, dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration, “Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang. Ordway Tead mengatakan kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.”[44]
Menurut Lipham, pengertian kepemimpinan sebagai berikut: ”leadership as tha behavior of an individual that initiates a new structure interacion within a social system by changing the goals, objectives, configurations procedures, inputs, process, or output of the system.” (Kepemimpinan adalah sebagai suatu perilaku individu yang berinisiatif membuat struktur interaktif di antara suatu sistem sosial dengan melakukan perubahan-perubahan tujuan, objek, prosedur kofigurasi, masukan, proses, atau keluaran dari sistem)[45]
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan wujud tingkah laku individu dalam interaksi dengan system social untuk mencapai suatu tujuan. Tercapai tidaknya tujuan organisasi sangat tergantung pada kepemimpinan yang diperankan oleh seorang pemimpin.
Agus Dharma mendefinisikan, “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang dan sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.”[46]
Dari berbagai batasan kepemimpinan di atas, para ahli manajemen berpendapat bahwa kepemimpinan sebagai suatu konsep manajemen didalam kehidupan organisasi mempunyai kedudukan strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok.
Suatu kenyataan bahwa dalam kehidupan organisasi, seorang pemimpin memiliki dan memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan sebagaimana dikemukakan Sondang P.Siagian :
Bahwa pimpinan memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Memang benar bahwa pimpinan, baik secara individual maupun sebagai kelompok, tidak mungkin dapat bekerja sendirian. Pimpinan membutuhkan sekelompok orang lain, yang dengan istilah populer dikenal sebagai bawahan, yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi, terutama dalam cara bekerja yang efisien, efektif , ekonomis dan produktif.”[47]
Dengan demikian dalam kepemimpinan terdapat faktor-faktor pemimpin, yang dipimpin, tujuan, aktivitas, komunikasi/interaksi, situasi dan kekuasaan yang dapat ditumbuhkembangkan. Efektivitas kepemimpinan itu tidak semata-mata tertuju kepada bawahan, namun juga secara vertikal dan horizontal.
b. Pendekatan dalam Kepemimpinan
Dalam teori kepemimpinan terdapat beberapa pendekatan yaitu:
1) Pendekatan Sifat pada Kepemimpinan (trait approch)
Dalam pendekatan sifat dibahas tentang sifat-sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin atau dengan kata lain bahwa untuk memahami kepemimpinan adalah dengan mengidentifikasikan sifat-sifat pemimpin, sifat-sifat ini dimiliki seorang pemimpin yang membedakannya dengan bukan pemimpin.
Sifat-sifat seperti “pemimpin dilahirkan, bukan dibuat”, kemudian dikaitkan dengan sifat-sifat cendikiawan, ketergantungan, pertanggungjawabanm ditambah dengan faktor fisik, kesehatan , dan sebagainya tidak lagi seluruhnya dapat memperkuat teori sifat, terutama karena macam perilaku yang membedakan pemimpin yang sukses dengan yang tidak sukses dapat dipelajari dan diperoleh melalui pengalaman. Sifat-sifat tersebut antara lain :kecerdasan, kedewasaan, dan keleluasaan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi , serta sikap hubungan kemanusiaan.
Terdapat keterbatasan dalam pendekatan sifat-sifat kepemimpinan ini, karena dalam diri pemimpin terdapat sifat-sifat yang berbeda, tidak dapat diambil generalisasi sifat-sifat yang diperuntukan bagi semua pemimpin, tetapi hadir berdasarkan situasi, kondisi, dan pribadi masing-masing pemimpin, sehingga pendekatan ini tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimpinan efektif.
2) Pendekatan Tingkah Laku pada Kepemimpinan
Pendekatan ini mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan bawahan dan memotivasi bawahan, serta bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas dan sebagainya.
Penelitian-penelitian yang bersumber pada pandangan gaya kepemimpinan (stylisttic approach) pada umumnya memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan.
Perilaku gaya kepemimpinan biasanya membandingkan antara gaya demokratik dan gaya perilaku otokratik, tetapi gaya tersebut tidak cukup memuaskan, sehingga kini banyak ahli melirik pada gaya situasional dalam penerapannya.
c. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melakukan dua fungsi utama, yaitu : (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task–related) atau pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial. Funsi pertama menyangkut masukan-masukan berupa saran, pendapat dan informasi bagi suatu penyelesaian yang tepat, sedangkan fungsi kedua menekankan pada kelancaran tugas kelompok dan membantu kelompok berjalan lebih lancar melalui persetujuan/kompromi, pencegahan perbedaan pendapat, konflik dan sebagainya.
Menurut Sondang P.Siagian tingkat penerimaan bawahan terhadap dan pengakuan bagi kepemimpinan seseorang akan semakin tinggi apabila pemimpin tersebut :
1) Memiliki daya pikat karena pengetahuan, keterampilan, sikap dan tindak tanduk.
2) Tergolong sebagai pemimpin yang pada dasarnya demokratik tetapi sekaligus mampu melakukan penyesuaian tertentu tergantung pada situasi yang dihadapinya.
3) Menyadari benar makna dan hakikat kebenarannya dalam organisasi yang tercermin pada kemampuannya menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinan yang ahrus diselenggarakannya.
4) Dalam hubungan atasan dan bawahan menseimbangkan struktur tugas yang harus dilakukan oleh para bawahannya dengan perhatian yang wajar pada kepentingan dan kebutuhan para bawahan tersebut.
5) Menerima kenyataan bahwa setiap bawahan-seperti juga diri sendiri mempunyai jati diri yang khas dengan kelebihan dan kekurangannya serta kekuatan dan kelemahannya.
6) Mampu menggabungkan bakat, pengetahuan teoritikal dan kesempatan memimpin dengan terus berusaha memiliki sebanyak mungkin ciri-ciri kepemimpinan yang ideal.
7) Dengan tetap menggunakan paradigma yang holistik dan integralistik mampu menentukan skala prioritas organisasi sesuai dengan sifat, bentuk dan jenis tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai.
8) Memperhitungkan situasi lingkungan yang berpengaruh, baik secara positif maupun secara negatif, terhadap organisasi.
9) Memanfaatkan perkembangan yang terjadi dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa berinjak dan orientasi manusia sebagai unsur terpenting dalam organisasi.
10) Menemptkan kepentingan organisasi di atas kepentingan diri sendiri seperti tercermin dalam satunya ucapan darn perbuatan.[48]
d. Gaya-gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang ditekankan adalah gaya pimpinan yang berorientasi tugas (task oriented) dan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada bawahan (employee-oriented).
Pimpinan yang berorientasi tugas menginginkan pekerjaan berjalan lancar tanpa memperhatikan segi-segi lain dari perasaan dan keterbatasan karyawan, mereka senantiasa menekankan pada target yang ditetapkan, mengawasi kerja bawahan dan mengabaikan pertumbuhan dan pembinaan karyawan.
Pemimpin yang berorientasi pada kemanusiaan atau pada karyawan adalah manajer yang senantiasa memberi motivasi kepada karyawan tentang kerja dan pekerjaannya, memperhatikan segi-segi kemanusiaan karyawan, menumbuhkan persahabatan dan saling percaya serta mendorong karyawan berkarir secara baik.
e. Pendekatan Situasional – Kontingensi pada Kepemimpinan
Dalam pendekatan situasional (situasional approach) ditemukan bahwa faktor-faktor determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan sangat bervariasi, tergantung pada situasi dimana pemimpin berada, karyawan, tugas, organisasi, lingkungan dan pada kepribadian pemimpin itu sendiri.
f. Pendekatan Jalur Sasaran pada Kepemimpinan
Seperti pendekatan kontingensi yang lain, kepemimpinan model jalur sasaran mencoba membantu kita untuk memahami dan meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam situasi yang berbeda.
Pendekatan jalur sasaran didasarkan pada motivasi model harapan, yang menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada harapannya akan imbalan dan valensi, atau daya tarik imbalan itu, walaupun manajer mempunyai sejumlah cara untuk mempengaruhi bawahan.
Gaya kepemimpinan mempengaruhi imbalan yang tersedia bagi karyawan mengenai jalur untuk memperolehnya. Seorang pemimpin yang berorientasi karyawan, dan menawarkan bukan hanya gaji dan promosi, tetapi juga dukungan, dorongan, rasa aman dan rasa hormat.
Teori jalur-sasaran dengan mengidentifikasi dua variabel yang membantu menentukan gaya kepemimpinan yagn paling efektif : karakteristik pribadi karyawan dan tekanan lingkungan serta tuntutan di tempat kerja yang harus dihadapi karyawan.
Karakteristik pribadi karyawan : Gaya kepemimpinan yang disukai karyawan sebagian akan ditentukan oleh karakteristik pribadi mereka. Mereka yang yakin bahwa pribadinya mempengaruhi organisasi, menyukai gaya kepemimpinan partisipatif, sedangkan apabila mereka yakin bahwa keberhasilan organisasi tidak ditentukan karakteristik pribadi karyawan lebih suka dengan gaya otoriter.
Evaluasi karyawan mengenai kemampuan mereka sendiri juga akan mempengaruhi gaya yang mereka sukai. Karyawan yang memiliki kemampuan senang dengan kebebasan yang diberikan atasan dan tidak senang diawasi. Sebaliknya karyawan yang kurang memiliki keterampilan mungkin menyukai pemimpin yang lebih banyak memberikan pengarahan.
Tekanan lingkungan serta tuntutan ditempat kerja; faktor-faktor lingkungan juga banyak mempengaruhi gaya kepemimpinan yang disukai karyawan. Salah satu faktor tersebut adalah sifat tugas karyawan. Misalnya, gaya yang terlalu mengarahkan tampaknya berlebihan dan bahkan menghina untuk tugas yang sangat berstruktur. Akan tetapi bila sifat suatu tugas tidak menyenangkan, perhatian pimpinan mungkin menambah kepuasan dan motivasi karyawan. Faktor lain adalah sistem wewenang formal organisasi, yang menjelaskan tindakan mana akan mendapat persetujuan (misalnya, lebih rendah dari anggaran) dan mana yang tidak akan mendapat persetujuan (misalnya lebih tinggi dari anggaran). Faktor lingkungan ketiga adalah kelompok kerja karyawan. Kelompok yang kurang kompak biasanya memperoleh manfaat dari gaya yang mendukung, penuh pengertian. Sebagai pedoman umum, gaya pemimpin akan memotivasi karyawan sejauh gaya itu memberikan kompensasi atas apa yang mereka pandang sebagai kekuarangan dalam tugas, sistem wewenang , atau kelompok kerja.
Menurut para ahli, tipe dasar kepemimpinan adalah a) Otoriter, b) demokrasi, dan c)laissez-faire. Kepemimpinan otoriter mempunyai karakter sebagai berikut : pemimpin berdasarkan diri pada kekuatan, kekuasaan, dan wewenang untuk melaksanakan rencana dan disiplin kepada bawahan. Semua kebijakan ditetapkan oleh pemimpin tanpa dimusyawarahkan dulu sehingga pertanggung jawabannya pun ada pada pemimpin. Bawahan harus patuh dan setia kepada atasan secara mutlak. Pemimpin membatasi hubungan dengan bawahan agar tetap mempertahankan suasana hubungan majikan dan pekerja. pemimpin memperlakukan bawahan sama dengan alat atau mesin. Ia tidak menghargai harkat dan martabat manusia. Disiplin didasarkan kepada ketakutan dan ancaman. Pemimpin bertindak sebagai diktator.
Kepemimpinan Demokratis memiliki ciri-ciri sebagai berikut : segala kebijakan merupakan hasil musyawarah dengan pertanggung jawaban organisasi berada ditangan seluruh anggota. Penindakan kepada bawahan yang tidak disiplin dan melanggar peraturan dilakukan secara korektif dan eduktif. Keseluruhan nilai-nilai yang dianut berangkat dari falsafah hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Mendorong bawahan untuk dapat mengembangkan daya inovasi dan kreatifitas. Pemimpin cenderung disegani bukan ditakuti.
Kepemimpinan Laissez-faire mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : pengambilan keputusan diserahkan kepada bawahan sehingga pertanggung jawabannya didistribusikan kepada setiap anggota. Setiap orang boleh berbuat sekehendak hati, bawahan diberi kebebasan untuk mengerjakan apa yang mereka inginkan. Aturan yang berlaku tidak jelas, sehingga kontrol sosialpun hampir tidak ada. Prakarsa dalam menyusun struktur kerja / tugas bawahan sangat minim “Kepemimpinan ini berpandangan bahwa organisasi akan berjalan dengan sendirinya, kaerna anggota organisasi dianggap sudah mengetahui dan cukup dewasa”.
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, Temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik dan khas. Tingkah laku dan gaya seseorang akan berbeda dengan orang lain. Gaya dan Style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Sehingga muncullah beberpa tipe kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe karismatik, paternalistik, militeristis, otokratis, laissez faire, populistis, administrative, demokratis.
Pada umumnya perilaku kepemimpinan seseorang cenderung berorientasi kepada pemenuhan tujuan organisasi (initiating structure) dan atau cenderung berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan manusia anggota organisasi (consideration) dengan mempertimbangkan bobot kedua kecenderungan tersebut. Jersey dan Blanchard mengklasifikasikan empat daya kepemimpinan yaitu : 1) Gaya kepemimpinan instruksi, 2) Gaya kepemimpinan konsultasi, 3) Gaya kepemimpinan partisipasi, 4) Gaya kepemimpinan delegasi.
Gaya kepemimpinan instruksi ditandai dengan perilaku initiating struktur yang tinggi, sedangkan perilaku konsiderasi relatif rendah. Pemimpinan yang bergaya instruksi banyak memberikan pengarahan dan sedikit memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi. Instruksi yang diberikan terinci secara spesifik dan pengawasannya dilakukan secara ketat. Proses komunikasi bersifat searah yaitu daria tasan ke bawahan.
Gaya kepemimpinan konsultasi ditandai dengan perilaku initiating structuremaupun perilaku Considerasi relatif tinggi. Pemimpin banyak memberikan kesempatan kepada bawwahan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Ia mendengarkan pendapat bawahan dalam mempertimbangkan keputusan. Pendapat dan keperluan bawahan serta tujuan organisasi menajdi pusat perhatian.
Gaya kepemimpinan partisipasi ditandai dengan initiating structure relatif rendah sedangkan perilaku konsiderasi relatif tinggi. Pengawasan dan pengarahan relatif berkurang, sebaliknya pemimpin lebih banyak mendengar dan memperhatikan saran serta pendapat dari bawahan. Ia memberikan kesempatan kepada bawahan dalam pengambilan keputusan dan mendorong bawahan dalam penyelesaian tugas sesuai dengan kemampuannya. Bila perlu pemimpin ikut berpartisipasi menyelesaikan tugas bawahan mengingat yang bersangkutan belum mampu melakukannya.
Gaya kepemimpinan delegasi ditandai dengan perilaku initiating structure dan prilaku konsiderasi relatif rendah. Pemimpin dengan gaya ini banyak mendelegasikan tugasnya kepada bawahan. Pengambilan keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas diserahkan kepada bawahan. Pemimpin menaruh kepercayaan penuh kepada bawahannya.
Berdasarkan pendekatannya dikenal beberapa jenis pendekatan kepemimpinam, antara lain pendekatan psikologis, pendekatan sosiologis, dan pendekatan tingkah laku. Pendekatan psikologis menggambarkan bahwa manusia memiliki ciri-ciri keperibadian yang unik. Keunikan tersebut memungkinkan seseorang memiliki kecenderungan tersebut disetujui orang lain untuk menjadi pemimpin. Dengan perkataan lain, bahwa orang seperti ini memang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, menjadi manusia yang benar.
Pendekatan sosiologis mencoba membandingkan secara ekstensif diantara kelompok untuk mencari perbedaan yang besar dengan mengukur akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pemimpin terhadap kelompok. Dimensi itu diidentifikasikan sebagai ukuran kelompok, homogenitas kelompok, dan keintiman anggota dalam hubungannya dengan kelompok. Hempil menemukan dua dimensi yaitu riscidity (Perasaan keterpautan kelompok) dan edonic (perasaan kepuasan anggota). Pendekatan sosiologis melahirkan konsep-konsep kepemimpinan potensial. Kepemimpinan permisif, kepemimpinan persuasive, dan kepemimpinan darurat. Pendekatan tingkah laku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat pemimpin.
Menurut Gross dalam Idochi Anwar, ada sembilan fungsi kepemimpinan yaitu menentukan tujuan, menjelaskan, memilih cara yang tepat, memberikan dan mengkoordinasikan tugas, memotivasi, menciptakan kesetiaan, mewakili kelompok serta merangsang para anggota untuk bekerja. Kartini Kartono menyebutkan fungsi kepemimpinan adalah memadu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi yang efisien dan membawa para pengikutnya kepada yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanan.[49]
Dalam bidang pendidikan, Burhannudin mengklasifikasikan fungsi kepemimpinan pendidikan menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
1) Fungsi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Artinya pemimpin berusaha membantu kelompok untuk merumuskan tujuan pendidikan yang memenuhi syarat agar dapat dijadikan pedoman dan menentukan kegiatan-kegiatan pendidikan.
2) Fungsi yang berkaitan dengan pengarahan pelaksanaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Artinya bagaimana pemimpin mampu menggerakan bawahan agar serangkaian kegiatan pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Teknik yang digunakan meliputi actuating, leading, directing, motivating, staffting;
3) Fungsi yang berhubungan dengan penciptaan suasana kerja yagn mendukung proses kegiatan administrasi berjalan dengan lancar, penuh semangat, sehat dan kreativitas yang tinggi. Artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu mendorong peningkatan produktifitas pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang maksimal.[50]
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimpina itu mencakup pengembangan kemampuan menyatakan pendapat, pengakuan terhadap kemampuan orang yang dipimpin, menumbuhkan sikap saling menghargai serta memberikan petunjuk-petunjuk dalam menyelesaikan masalah.
Secara umum, fungsi kepemimpinan meliputi kegiatan memandu, menuntun, membimbing, membangun memberi motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/ pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepda sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Dalam tugas-tugas kepemimpinan, tercakup pula pemberian insentif sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat. Insentif materiil dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan social, jaminan kesehatan, presmi, bonus, kondisi kerja yang baik, pensiun, fasilitas tempat tinggal yang menyenangkan , dan lain-lain. juga bisa diwujudkan dalam bentuk insentif social , berupa promosi jabatan, status social tinggi, martabat diri, prestise social, respek, dan lain-lain. insentif social disebut pula sebagai insentif inmateriil.
g. Dimensi-dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Antara kepemimpinan dan manajerial tidak dapat dipisahkan. kepemimpinan akan tercermin dan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya. Begitu pula seorang manajer akan lebih efektif dalam melaksanakan tugasnya bila ditunjang dengan jiwa kepemimpinan yang positif. Pemimpin dalam memanaje atau mengelola sekolah adalah “.. mengatur, agar seluruh potensi sekolah berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapaindya tujuan sekolah. Jadi kepala sekolah mengatur agar guru dan staf lain bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan sarana/prasarana yang dimiliki serta potensi masyarakat demi mendukung ketercapaian tujuan sekolah.[51]
Dalam satuan pendidikan, Kepala Sekolah menduduki dua jabatan penting untuk dapat menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan. Pertama, Kepala Sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan. Kedua, Kepala Sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.
Sebagai pengelola pendidikan, Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan seluruh substansinya. Disamping itu Kepala Sekolah bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja para personil, teutama meningkatkan kompetensi profesional para guru.
1) Visi
Visi mutlak harus dimiliki seorang pemimpin yang memiliki kesadaran besar terhadap kualitas. Pemimpin yang memiliki visi senantiasa ada yang diperbuat padas setiap waktunya. Tidak ada waktu yang terbuang percuma, begitupun tidak ada kesempatan yang berlalu begitu saja. Pemimpin yang memiliki visi adalah pemimpin yang hidup bukan untuk saat ini tetapi untuk meraih sesuatu di masa depan yaitu kualitas pendidikan yang diidamkan. Pemimpin yang memiliki visi adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan, berpikiran jernih, dan senang dengan inovasi-inovasi.
Lebih lanjut , Mulyadi menyampaikan bahwa :
Visi adalah kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang, menjanjikan kesejahteraan bagi organisasi melalui penyediaan produk / jasa berkualitas bagi masyarakat. visi pada dasarnya merupakan perubahan yang akan diwujudkan di masa depan. Visi memerlukan energi yang luar biasa besarnya untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, perwujudan visi memerlukan perumusan misi, agar pemfokusan energi yang berasal dari seluruh sumber daya organisasi menghasilkan kekuatan luar biasa uantuk mewujudkan visi.[52]
Masa depan adalah masa kini yang sedang diarahkan oleh manusia itu sendiri. Namun demikian visi masa depan ini harus dimiliki oleh setiap pendidik terutama kepada sekolah karena pada sekolahlah masa depan itu diperjelas dan diwujudkan setidak-tidaknya visi masa depan yang kita kembangkan akan menjadi referensi mngontrol kekuatan-kekuatan yang dapat dijadikan sebagai benchmark untuk menentukan posisi kita dalam arus globalisasi.
Dalam kaitan ini visi masa depan yang jelas akan memberikan kepad kita wawasan global“ (global mindset) yang dapat dijadikan sebagai dasar bertindak bagi kita dalam era globalisasi ini.
Visi merupakan masa datang yang ideal, bisa berupa retensi budaya dan kegiatan yang sedang berjalan atau bisa pula yang berupa perubahan. Dengan demikian mungkin saja memerlukan perubahan yang radikal dari organisasi yang sedang berjalan seperti misalnya perubahan dalam budaya organisasi.
Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan organiasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan budaya dan perilaku organisasi yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global sebagai tantangan zaman.
Chriss Lee menegaskan tugas kepemimpinan adalah
“menjelaskan dan menerjemahkan visi organiasai untuk masa yang akan datang. Memimpin sekolah pada hakekatnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang kreatif, memberdayakan guru, dan merekayasa mereka menjadi tugas yang berkualitas. Pimpinan hendaknya dapat menyadari bahwa keberhasilan pimpinan turut ditentukan oleh tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh seluruh guru yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.”[53]
2) Motivasi
Pemimpin yang dmemiliki motivasi adalah pemimpin yang setiap saat senang dengan pekerjaannya. Motivasi bisa timbul dari dalam diri pemimpin itu sendiri atau dapat ditimbulkan dari luar dirinya. Motivasi yang timbul dari dalam diri pimpinan merupakan dorongan kuat yang harus selalu dimiliki dan hal ini merupakan utama bila dibanding dengan motivasi yang ditimbulkan dari luar dirinya.
Menurut R. Iyeng Wiraputra,”Manajement hanya dapat dijalankan melalui motivasi orang-orang untuk bekerja mengejar tujuan organisasi. Akan tetapi tidak memungkinkan untuk memahami motivasi tanpa memperhatikan apa yang diinginkan dan diharapkan orang dari pekerjaannya.”[54]
3) Komunikasi dan Negosiasi
Merupakan dua istilah yang sangat dekat. Seorang pemimpin harus menjalin komunikasi dengan pengikutnya, harus mau dan bisa berkomunikasi. Di samping itu ada hal-hal dalam komunikasi yang isinya dapat dinegosiasikan yang menyangkut suatu kesepakatan antara pemimpin dan pengikut. Seni negosiasi adalah seni dan ilmu komunikasi yang dapat mengarahkan pemimpin untuk menjadi seorang negosiator yang ulung. Kemampuan negosiasi perlu dimiliki agar substansi yang dikomunikasikan mencapai sasaran yang diinginkan.
4) Tim dan Kerja Sama Kelompok
Tidak ada pemimpin tanpa pengikut. Pengikut bisa berupa individu dan bisa juga kelompok. Seorang pemimpin harus bisa menciptakan kesatuan dalam kelompok, kerjasama diantara tim, dan menggalang kekuatan tim. Kemampuan-kemampuan pribadi apabila dikemas dalam bentuk tim yang kompak dan prosedur kerja yang tepat akan terwujud kemenangan tim.
Menurut Sondang P.Siagian prosedur kerja apabila ditaati oleh semua orang dalam organisasi akan membawa berbagai akibat positif. Wujud berbagai akibat positif itu , antara lain adalah:
a) Lancarnya koordinasi,
b) Tidak terjadi tumpang tindih atau duplikasi,
c) Terbinanya hubungan kerja yang serasi,
d) Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang,
e) Terhindarnya organisasi dari berbagai jenis pemborosan,
f) Lancarnya proses pengambilan keputusan,
g) Terjaminnya keseimbangan antara hak dan kewajiban para anggota organisasi.
Jelaskan bahwa prosedur kerja adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya. Berarti bermakna tidaknya prosedur kerja itu sangat ditentukan oleh manusia yang menggunakannya. Untuk itu, manfaat prosedur kerja harus dilihat tidak hanya dan bahkan tidak terutama untuk kepentingan yang mekanistik dan retualistik, melainkan untuk hal-hal yang bersifat psikologis dan mental.[55]
5) Komitmen
Nilai komitmen terhadap organisasi adalah menjiwai kerja pimpinan, disamping itu komitmen tidak hanya diarahkan pada organisasi tapi juga pada perangkat lainnya, seperti komitmen terhadap tugas, pengikut, kualitas dan sebagainya.
6) Akuntabilitas
Pengejawantahan akan komitmen adalah adanya akuntabilitas dari pimpinan. Akuntabilitas harus diarahkan “konstituensi” yang dilandasi prestasi organisasi.
Sebagai pemimpin formal, Kepala Sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya penggerakkan bawahan kearah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Kepala Sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif dan efisien.
Usaha untuk memperdayakan para personal dapat dilakukan melalui pembagian tugas secara proporsional. Agar kerjasama dan tugas-tugas yang dimaksudkan dapat berjalan secara efektif dan efisien, diperlukan upaya dari Kepala Sekolah selaku pemimpin untuk mempengaruhi, mengarahkan dan mengendalikan perilaku bawahan kearah pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. di sinilah letaknya fungsi kepemimpinan dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah.
Menurut Sanusi dalam Idochi kepemimpinan dan pengelolaan (Manajement) sekolah tersebut menurut Kepala Sekolah memiliki: (1) Kemampuan dan pengetahuan tentang tujuan, proses dan teknologi yang melandasi pendidikan di setiap jenjang sekolah, (2) Komitmen kepada perbaikan propesional secara terus menerus. Selanjutnya, Gafar memberi rambu-rambu agar keseluruhan kegiatan manajement sekolah yang dipimpin Kepala Sekolah digiring untuk menciptakan situasi dimana anak dapat belajar dengan lebih baik, dan merasa bahwa sekolah adalah tempat yang baik untuk belajar. Untuk mewujudkan tujuan ini Kepala Sekolah perlu mengubah orientasinya dengan menggiring keseluruhan fungsi berbagai unsur sekolah menuju satu titik yaitu learning anak didik.[56]
Mr. William menyatakan bahwa atasan hendaknya mengetahui kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh bawahannya dan dapat dimanfaatkannya seoftimal mungkin. Sebaliknya bawahan hendaknya sadar akan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam bekerja, dan berupaya untuk menganalisis sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan dan belajar dari keduanya untuk meningkatkan kinerja supaya menjadi lebih baik. Atasan hendaknya memberi petunjuk tentang bagian-bagian mana dari kinerja yang harus dikembangkan. Atasan hendaknya menegaskan kembali perannya dalam melaksanakan bimbingan kepada bawahan sehingga dapat menghasilkan kinerja tinggi.[57]
Dari uraian di atas, maka penulisan sintesiskan bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan Kepala Sekolah adalah pola yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, membina dan membimbing guru-guru di sekolahnya untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan pendidikan di sekolah.
4. Iklim Organisasi Sekolah
Setiap kegiatan di sekolah adalah tanggung jawab para pelaksana yang akan mengarah pada kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk perluasan dan pengembangan kegiatan tersebut diperlukan adanya suatu wadah yang lazim disebut organisasi.
Organisasi menurut Chester Bernard, yang dikemukakan Miftah Thoha, “Organisasi itu adalah suatu sistem kegiatan-kegiatan yang terkoordinir secara sadar, atau suatu kekuatan dari dua manusia atau lebih.[58]
Dengan demikian, setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam suatu organisasi tidak lain merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan, dan tentunya tujuan ini dicapai secara efektif dan efisien.
Menurut Nanang Fatah istilah Organisasi mempunyai dua pengertian, yaitu:
Pertama diartikan suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk kepada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan organisasi itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerja sama secara jelas diatur siapa menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus komunikasi, dan memfokuskan sumber daya pada tujuan. Karakteristik sistem bekerja sama dapat dilihat antara lain 1) ada komunikasi antara orang yang bekerja sama, 2) individu dalam organisasi tersebut mempunyai kemampuan untuk bekerja sama, dan 3) kerja sama itu ditunjukan untuk mencapai tujuan. Menurut Chester I. Barnard organisasi mengandung tiga elemen, yaitu 1) kemampuan untuk bekerjasama, 2) tujuan yang dingin dicapai, dan 3) komunikasi.[59]
Secara fungsional, organisasi merupakan sekolompok manusia yang dipersatukan dalam suatu kerja sama yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi organisasi sebagai proses menetapkan dan mengelompokkan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan wewenang serta menyusun hubungan-hubungan dengan maksud memungkinkan orang-orang bekerja sama secara efektif dalam mencapai tujuan-tujuan. Organisasi merupakan kelompok orang melakukan berbagai aktivitas kearah suatu tujuan bersama dibawah komando suatu kepemimpinan.
Beberapa pengertian di atas menggambarkan bahwa terdapat beberapa unsur yang mendukung jalannya suatu organisasi. Diantara unsur-unsur lain adalah : adanya sekompok orang, adanya aktivitas, adanya tujuan serta sarana dan prasarana lainnya. Unsur-unsur tersebut berfungsi secara baik dan sinerjis, sehingga terwujud iklim organisasi yang baik.
Keith Davis mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai berikut: “Organization climate is affected by almost everything that ocurs in an organization. The human enviroument with in an organization’s employes do their with” (Iklim organisasi dipengaruhi oleh hampir segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu organisasi. Lingkungan kehidupan manusia yang di dalamnya ada para anggota (pegawai) organisasi yang bekerja untuknya).[60]
Dengan pengertian di atas yang dimaksud iklim organisasi adalah menyangkut iklim yang ada atau yang dihadapi manusia yang berada dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Lebih lanjut dikemukakan Keith Davis, mengenai unsur-unsur yang mengkontribusi tercapainya kondisi yang “Favourable” adalah:
(1) Quality of leadership, (2) amount of trust, (3) communication up ward and down ward, (4) Feeling of useful work, (5) responsibility, (6) fair reward, (7) reasonable job pressures, (8) opportuinity (9) reasonable controls, structur and beuraucracy, 10) employee involvement participation.(1. Kualitas kepemimpinan, 2. Adanya kepercayaan, 3. Komunikasi yang baik terhadap atasan maupun bawahan, 4. Penjiwaan bekerja, 5. Tanggung jawab, 6. Penghargaan yang layak, 7. Penekanan kerja yang beralasan, 8. Kesempatan, 9. Birokrasi, struktur, dan kontrol yang beralasan, 10. Partisifasi keterlibatan pegawai). [61]
Sekolah adalah suatu organisasi yang terdiri dari beberapa unsur yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain. dalam organisasi yang disebut sekolah, melakukan berbagai macam aktivitas sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut melekat pada tujuan sekolah sebagai organisasi dan juga tujuan yang melekat pada orang-orang yang menjadi anggota atau penggerak organisasi itu.
Aktivitas atau usaha pencapaian tujuan yang dilakukan oleh sekolah, akan turur dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah kepemimpinan yang terjadi dalam sekolah tersebut, sehingga juga menentukan bagaimana kondisi atau iklim dari pada organisasinya. Sebagaimana dikemukakan oleh Milton, bahwa “…untuk menciptakan iklim organisasi yang efektif salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah kepemimpinan.”[62]
Selain itu lingkungan juga mempengaruhi kepada proses pembelajaran di sekolah termasuk kinerja guru, karena banyak masalah yang berarti bagi lingkungan tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh H. Udin S. Winataputra bahwa, “…begitu banyaknya manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar, dan sebenarnya hampir semua isi bidang studi dapat dipelajari dari lingkungan.”[63]
Jadi organisasi sekolah sebagai suatu sistem yang terstruktur, saling berhubungan dan adanya koordinasi dari pada anggota kelompok akan mempengaruhi terhadap iklim organisasi.
Konsep tentang iklim organisasi telah banyak dikemukakan, dalam hubungannya dengan usaha menganalisis iklim organisasi sekolah, terutama dalam kaitannya dengan kinerja guru dan pola perilaku belajar siswa.
Seperti halnya menurut Newel, Iklim itu mencakup keseluruhan sistem kejiwaan dari kelompok manusia atau organisasi yang meliputi perasaan dan sikap terhadap sistem, subsistem, supra sistem atau sistem lain dari perorangan, tugas-tugas, prosedur dan konseptuaslisasi. Iklim menunjukkan kepada hubungan dalam segala situasi, sebagaimana hubungan tersebut dialami oleh orang-orang dalam situasi itu. Kekhususan dan keunikan inilah yang membedakan iklim suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
Iklim erat kaitannya dengan ciri yang ada pada setiap organisasi, dengan kegiatan organisasi, dengan perilaku pemimpinnya, dan perilaku para pekerjanya. Umumnya ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap komponen organisasi sangat menentukan bentuk atau jenis iklim yang tercipta.
Dengan uraian di atas, maka dapat penulis sintesiskan bahwa iklim organisasi sekolah, maksudnya adalah suasana yang tercipta pada suatu sekolah, berupa hubungan personal antara Kepala Sekolah dengan guru, guru dengan guru serta kepala sekolah, guru dengan murid, lingkungan sekolah baik fisik maupun non fisik.
B. Kerangka Berfikir
Hubungan Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru
Hubungan sebagai sistem sosial dalam kehidupan lembaga pendidikan/sekolah meruapakan salah satu faktor penentu upaya pencapaian tujuan sekolah, khususnya meningkatkan mutu pendidikan melalui iklim organisasi sekolah yang kondusif dan kinerja yang baik.
Hubungan manusiawi antara personal di sekolah, apakah Kepala Sekolah guru, personal lain dan murid akan membentuk iklim organisasi sekolah. Hubungan yang baik dan harmonis dan kondusif antara personal di sekolah akan menambah semangat atau memotivasi setiap orang dalam melaksanakan tugas, kewajiban atau kegiatannya. Serta menimbulkan ketenangan, rasa aman, kekeluargaan serta kesadaran akan tugas dan tanggung jawab masing-masing seperti halnya : Kepala Sekolah melaksanakan tugas kepemimpinan dengan tenang dan baik, guru melaksanakan kewajiban mendidik dan mengajar sesuai dengan ketentuan, serta karyawan lain bekerja sesuai aturan, juga siswa belajar dengan baik, bergairah dengan semangat tinggi.
Dengan iklim organisasi sekolah yang kondusif akan memotivasi setiap personal sekolah dan siswa dalam mencapai tujuan, khususnya peningkatan kinerja guru dan akhirnya prestasi belajar siswa yang lebih baik, maka dengan demikian diduga terdapat hubungan positif antara iklim organisasi sekolah dengan peningkatan kinerja guru.
Seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Iklim Organisasi Sekolah Kinerja Guru
Gambar 3. Hubungan antara Iklim Organisasi Sekolah dengan
Kinerja Guru
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan deskripsi toritis dan kerangka berfikir yang dikemukakan maka diajukan hipotesis yaitu terdapat hubungan positif antara Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru.
[11] WJS. Purwadarminta.1980. Kamus Lengkap.Bandung : angkasa Offset.h.144
[12] Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. H.503.
[13] Peter Salim. 1993. Websters New World Dictionary for Indonesia Users English Indonesian. Jakarta : Modern English Press. H.420.
[14] Virgil. K. Rowlan. 1960 Manajerial Profesional Standars. New York The Hadon Craftsmen. Inc.h.38
[15] Mondy dan Noe, 1991, HumanResource Management, Massachusetts : Allyn & Bacon.
[16] Levinson dalam Cascio, 1992.
[17] Moch. Uzer Usman, 2000, Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.h.6
[18] Anwar Yasin. 1998. Standar Kemampuan Profesional Guru SD. IKIP Malang.h.204.
[19] M. Riva’i. 1982. Aneka Kapita Pendidikan dan Keguruan. IKIP Bandung.h.35.
[20]Of.cit.h.38.
[21] Sugeng Santoso, 2000, Problematik Pendidikan dan Cara Pemecahannya.Jakarta Kreasi Pena Gading, h.41.
[22] Engkoswara, 1984, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara,h.1.
[23] Mohamad Ali. 1984. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung: Sinar Baru.h.3
[24] Lierberman. 1987. Education as a Profesion.New Jersey : Prentice Hall.h.340.
[25] Nasution, 1977, Didaktik : Azas-azas Mengajar, IKIP Bandung, h.7
[26] Bobbi De Porter dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung : Penerbit Kaifa.h.66.
[27] Fasli Jalal dan Dedi Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta : Depdiknas-Bapenas-Adicitakaryanusa.h.74.
[28] I.G.A.K. Wardani. 1998. Pemantapan Kemampuan Mengajar.Jakarta : Depdikbud.h.25
[29] A. Tabrani Rusyan. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung: Remaja Karya.h.32
[30] Ali Imran. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta : Pustaka Jaya.h.169
[31] Ivor.K.Davies 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta : CV. Rajawali.h.35-36
[32] Hadari Nawawi. 1992. Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta : Masagung, h.245
[33] Sutjipto dan Basori Mukti. 1993. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.h.10
[34] Engkoswara. 1987. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan.Jakarta: Depdikbud.h.1
[35] Nanang Fatah. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung .: PT. Remaja Rosda karya.h.1-2
[36] Made Pidarta. 1988. Manajemen Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara.h.21
[37] Engkoswara. 1998. Membina Indonesia Merdeka Melalui pendidikan. Bandung: Yayasan Amal Keluarga.h.29
[38] R. Iyeng Wiraputra. 1980.Administrasi Pendidikan, Teori, praktek, dan Aspek-aspek Manusiawi. IKIP Bandung.h.9
[39] Siti Aminah Ansoriah. 1999. Kualitas Kinerja Kepala Sekolah. Tesis PPS IKIP Bandung.h.25
[40] Dubin, 1951.
[41] Humphill, 1954.
[42] Stogdil, 1984, dalam Wahjosumidjo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta :Ghalia Indonesia.h.21
[43] Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan .Jakarta:PT. Grafindo Persada.h.33
[44] Ibid.h.49
[45] Terry G.R. Principle Of Management.(New York: Richard.D. Irwin, Inc.1977).h.410
[46] Dharma Agus.1992.Organisasi, Perilaku, Struktur dan proses (Terjemahan). Jakarta:Erlangga.h.99
[47] Sondang P.Siagian.1992.Organisasi Kepemimpinan dan perilaku Administrasi,Jakarta:Gunung Agung.h.20
[48] Sondang P.Siagian.1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan .Jakarta:Penerbit Rhineka Cipta.h.192
[49] Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir. 2000.Administrasi Pendidikan, Teori, Konsep dan Isu.UPI Bandung, h.38
[50] Ibid.h.31
[51] Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Panduan Manajemen Sekolah, Proyek Peningkatan mutu Guru Kelas SD Setara D.II Jakarta, h.3
[52] Mulyadi. 1998. Perumusan Misi, Visi , core Biliefss dan Core Values Organisasi.Majalah Manajemen Usahawan Indonesia. NO. 01/Th.XXVII/Jam 98.h.12
[53] Chriss Lee, Edisi June 1990. Beyound Team Work. Training, The Magazine of Human Resource Development.h.30
[54] R. Iyeng Wiraputra. 1982. Aneka Masalah Pendidikan dan Kepemimpinan Fakultas Ilmu Pendidikan . IKIP Bandung.h.111.
[55] Sondang P.Siagian. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.h.12.
[56] Op.Cit. h. 33
[57] Mr. William. London Heineman. 1972. Performance Appraisal in Management, h. 6
[58] Miftah Thoha. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. CV. Rajawali. H. 111.
[59] Nanang Fattah, 2001. Landasan Pendidikan. Bandung PT. Remaja Karya. H. 71
[60] Keith Davis. Human Behaviour at Work Organijational Behaviour 9Six th Education). Newyork Mc. Grew-bil Graw-Hil, Inc.
[61] Ibid.
[62] Milton R. Charles. 1981. Human Behaviour in Organizatiaons, three levels of Behaviour New Jersey, Prentice Inc. 5.
[63] Udin. S. Winataputra, 1998. Strategi Belajar Mengajar, Depdikbud. Jakarta h. 549.
Social Plugin