Pengantar
Pemilu Indonesia mungkin adalah kegiatan kepemiluan paling kompleks di dunia: Empat juta petugas di 550.000 TPS, yang tersebar di berbagai penjuru sebuah negara yang terdiri atas 17.000 pulau, bertugas mengelola 775 juta surat suara dengan 2.450 desain yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan 19.700 kandidat dalam satu Pemilu presiden dan 532 dewan perwakilan di tingkat nasional dan daerah.
Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga kali – 1999, 2004, dan 2009 – sejak kembali ke bentuk demokrasi. Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004 mengalami kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan, tidak berfungsinya undang-undang kepemiluan, dan komisi pemilihan umum yang mengalami banyak permasalahan berujung kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah standar – diselamatkan terutama oleh selisih perolehan suara yang signifikan dan meyakinkan. Dilatari oleh bermasalahnya Pemilu 2009, harapan dan risiko dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang akan datang sangatlah signifikan dan merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh 2.659 orang komisioner pemilihan umum yang baru dipilih di tingkat nasional dan daerah.
Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014, dan, jika ronde kedua harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan pada bulan September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-nasional/daerah (Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung.
Dalam hal jumlah pemilih, pemilihan umum nasional di Indonesia adalah pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia – nomor dua setelah Amerika Serikat. Menurut sensus nasional April 2010, total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56 juta jiwa. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4 November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada Pemilu 2004. Kendati demikian, penurunan tingkat partisipasi bukanlah hal yang aneh bagi sebuah demokrasi yang baru berdiri.
(Sumber: http://www.rumahpemilu.org/in/read/3366/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-Indonesia)
Memilih Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi
Tulisan sederhana ini, mencoba menganalisis konsep “memilih” dari perspektif ilmu Ekonomi. Tapi tidak bermaksud mempengaruhi anda memilih salah satu pasangan yang tersedia.
Dalam ilmu Ekonomi dikenal masalah dalam kelangkaan (Scarcity), masalah kelangkaan terjadi karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada terbatasnya alat pemuas kebutuhan. Masalah kelangkaan mengakibatkan manusia dihadapkan pada masalah dalam memilih (Problem of Choice). Masalah ini dialami oleh segenap lapisan masyarakat. Kita mulai dari hal yang sangat sederhana, mungkin saja saat ini anda memutuskan untuk berselancar di internet karena anda merasa lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan menonton sinetron atau nongkrong dengan teman-teman atau aktivitas lainnya yang menurut anda kurang bermanfaat, begitu juga sebaliknya. Selain itu, sadarkah anda, ketika anda pergi berbelanja di butik, distro, pasar, swalayan, dan toko anda akan selalu dihadapkan pada berbagai pilihan sesuai dengan merk maupun kualitas dan yang paling penting adalah besarnya uang yang anda miliki saat itu.
Singkatnya ketika anda dihadapkan pada pilihan, anda memutuskan untuk memilih dan tanpa disadari anda mengorbankan pilihan yang lain. Nah! Tindakan anda dalam memilih yang mengorbankan alternatif yang lain inilah yang dalam ilmu ekonomi disebut biaya peluang/biaya kesempatan (Opportunity Cost) dimana anda akan membuat keputusan sesuai dengan tujuan dan kondisi anda. Satu hal yang pasti anda akan menganalisis sedemikian rupa dari berbagai aspek (untung dan rugi, penting dan tidak penting, mendesak dan tidak mendesak) sebelum anda membuat keputusan.
Sederhananya seperti ini, A seorang pelajar SMA. Saat ini sedang belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti Ulangan Harian Ekonomi pada esok hari. Di saat yang sama, tim sepakbola kesayangannya Argentina akan bertanding di Piala Dunia dan ditayangkan di Televisi. Pada kondisi seperti ini Si A dihadapkan pada pillihan, apakah ia tetap belajar untuk mempersiapkan diri atau menonton pertandingan sepak bola. Si A akhirnya memutuskan untuk belajar, maka ia harus mengorbankan kesempatan untuk menonton pertandingan sepak bola. Kehilangan kesempatan ini disebut sebagai biaya hilangnya kesempatan (Oppurtunity Cost). Jadi kita dapat menyebutkan bahwa opportunity cost Si A dari belajar adalah menonton pertandingan sepak bola. Karena gara-gara belajar Si A harus mengorbankan untuk tidak menonton Piala Dunia.
Tentunya ketika Si A memutuskan untuk tetap belajar, ia telah mempertimbangkan berbagai macam akibat positif maupun negatif ketika harus memilih belajar daripada menonton pertandingan tim kesayangannya di Piala Dunia.
Detik-Detik Menjelang Pesta Demokrasi
Berdasarkan data sebelumnya bahwa saat ini Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4 November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Artinya besok tepatnya 9 Juli 2014, ada 186,61 juta pemilih yang akan menentukan pilihannya, bukan hanya memilih siapa tapi juga memilih ke mana arah perjalanan bangsa Indonesia untuk 5 tahun ke depan.
Saya mencoba menganalogikan konsep pilihan para pemilih hari esok dengan masalah dalam memilih yang dihadapi Si A pada pembahasan sebelumnya.
186,61 juta pemilih esok memiliki konsep dasar yang sama, jika Si A dihadapkan pada dua pilihan untuk menyongsong ulangan harian pada esok harinya, maka 186,61 juta pemilih esok hari juga dihadapkan pada 2 pilihan untuk menentukan perjalanan kehidupan bangsa 5 tahun kedepan.
Satu hal penting yang perlu disadari dari analogi di atas adalah, apapun kondisinya Si A tetap menentukan pilihannya. Hal yang sama juga berlaku untuk 186,61 juta pemilih yang akan mencoblos esok. Tidak ada istilah Golput, Sekalipun ada yang mengatakan Golput juga merupakan hak, yakni hak untuk tidak memilih dengan alasan pilihan yang ditampilkan tidak berkualitas tapi Golput bukanlah ideologi politik. Coba anda bayangkan Si A memilih untuk tidur (Golput) terhadap pilihan untuk belajar dan menonton pertandingan Piala Dunia. Si A mengalami kerugian yang ganda. Begitulah sebaliknya, jika anda tidak mampu menentukan pilihan pada pesta demokrasi esok nanti. Pembaca yang bijaksana, hal penting yang perlu disadari bahwa nobody perfect. Artinya pilihan pemimpin yang anda tentukan nanti di kamar coblos pastinya juga memiliki kelemahan.
Kesimpulannya : Setiap pilihan punya resiko tersendiri, gunakan pertimbangan berbagai aspek maupun bidang, sedapat mungkin, tentukan pilihan pada alternatif yang memiliki resiko terkecil untuk ditanggulanggi.
Pemilu Indonesia mungkin adalah kegiatan kepemiluan paling kompleks di dunia: Empat juta petugas di 550.000 TPS, yang tersebar di berbagai penjuru sebuah negara yang terdiri atas 17.000 pulau, bertugas mengelola 775 juta surat suara dengan 2.450 desain yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan 19.700 kandidat dalam satu Pemilu presiden dan 532 dewan perwakilan di tingkat nasional dan daerah.
Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga kali – 1999, 2004, dan 2009 – sejak kembali ke bentuk demokrasi. Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004 mengalami kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan, tidak berfungsinya undang-undang kepemiluan, dan komisi pemilihan umum yang mengalami banyak permasalahan berujung kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah standar – diselamatkan terutama oleh selisih perolehan suara yang signifikan dan meyakinkan. Dilatari oleh bermasalahnya Pemilu 2009, harapan dan risiko dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang akan datang sangatlah signifikan dan merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh 2.659 orang komisioner pemilihan umum yang baru dipilih di tingkat nasional dan daerah.
Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014, dan, jika ronde kedua harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan pada bulan September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-nasional/daerah (Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung.
Dalam hal jumlah pemilih, pemilihan umum nasional di Indonesia adalah pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia – nomor dua setelah Amerika Serikat. Menurut sensus nasional April 2010, total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56 juta jiwa. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4 November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada Pemilu 2004. Kendati demikian, penurunan tingkat partisipasi bukanlah hal yang aneh bagi sebuah demokrasi yang baru berdiri.
(Sumber: http://www.rumahpemilu.org/in/read/3366/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-Indonesia)
Memilih Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi
Tulisan sederhana ini, mencoba menganalisis konsep “memilih” dari perspektif ilmu Ekonomi. Tapi tidak bermaksud mempengaruhi anda memilih salah satu pasangan yang tersedia.
Dalam ilmu Ekonomi dikenal masalah dalam kelangkaan (Scarcity), masalah kelangkaan terjadi karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada terbatasnya alat pemuas kebutuhan. Masalah kelangkaan mengakibatkan manusia dihadapkan pada masalah dalam memilih (Problem of Choice). Masalah ini dialami oleh segenap lapisan masyarakat. Kita mulai dari hal yang sangat sederhana, mungkin saja saat ini anda memutuskan untuk berselancar di internet karena anda merasa lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan menonton sinetron atau nongkrong dengan teman-teman atau aktivitas lainnya yang menurut anda kurang bermanfaat, begitu juga sebaliknya. Selain itu, sadarkah anda, ketika anda pergi berbelanja di butik, distro, pasar, swalayan, dan toko anda akan selalu dihadapkan pada berbagai pilihan sesuai dengan merk maupun kualitas dan yang paling penting adalah besarnya uang yang anda miliki saat itu.
Singkatnya ketika anda dihadapkan pada pilihan, anda memutuskan untuk memilih dan tanpa disadari anda mengorbankan pilihan yang lain. Nah! Tindakan anda dalam memilih yang mengorbankan alternatif yang lain inilah yang dalam ilmu ekonomi disebut biaya peluang/biaya kesempatan (Opportunity Cost) dimana anda akan membuat keputusan sesuai dengan tujuan dan kondisi anda. Satu hal yang pasti anda akan menganalisis sedemikian rupa dari berbagai aspek (untung dan rugi, penting dan tidak penting, mendesak dan tidak mendesak) sebelum anda membuat keputusan.
Sederhananya seperti ini, A seorang pelajar SMA. Saat ini sedang belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti Ulangan Harian Ekonomi pada esok hari. Di saat yang sama, tim sepakbola kesayangannya Argentina akan bertanding di Piala Dunia dan ditayangkan di Televisi. Pada kondisi seperti ini Si A dihadapkan pada pillihan, apakah ia tetap belajar untuk mempersiapkan diri atau menonton pertandingan sepak bola. Si A akhirnya memutuskan untuk belajar, maka ia harus mengorbankan kesempatan untuk menonton pertandingan sepak bola. Kehilangan kesempatan ini disebut sebagai biaya hilangnya kesempatan (Oppurtunity Cost). Jadi kita dapat menyebutkan bahwa opportunity cost Si A dari belajar adalah menonton pertandingan sepak bola. Karena gara-gara belajar Si A harus mengorbankan untuk tidak menonton Piala Dunia.
Tentunya ketika Si A memutuskan untuk tetap belajar, ia telah mempertimbangkan berbagai macam akibat positif maupun negatif ketika harus memilih belajar daripada menonton pertandingan tim kesayangannya di Piala Dunia.
Detik-Detik Menjelang Pesta Demokrasi
Berdasarkan data sebelumnya bahwa saat ini Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4 November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Artinya besok tepatnya 9 Juli 2014, ada 186,61 juta pemilih yang akan menentukan pilihannya, bukan hanya memilih siapa tapi juga memilih ke mana arah perjalanan bangsa Indonesia untuk 5 tahun ke depan.
Saya mencoba menganalogikan konsep pilihan para pemilih hari esok dengan masalah dalam memilih yang dihadapi Si A pada pembahasan sebelumnya.
186,61 juta pemilih esok memiliki konsep dasar yang sama, jika Si A dihadapkan pada dua pilihan untuk menyongsong ulangan harian pada esok harinya, maka 186,61 juta pemilih esok hari juga dihadapkan pada 2 pilihan untuk menentukan perjalanan kehidupan bangsa 5 tahun kedepan.
Satu hal penting yang perlu disadari dari analogi di atas adalah, apapun kondisinya Si A tetap menentukan pilihannya. Hal yang sama juga berlaku untuk 186,61 juta pemilih yang akan mencoblos esok. Tidak ada istilah Golput, Sekalipun ada yang mengatakan Golput juga merupakan hak, yakni hak untuk tidak memilih dengan alasan pilihan yang ditampilkan tidak berkualitas tapi Golput bukanlah ideologi politik. Coba anda bayangkan Si A memilih untuk tidur (Golput) terhadap pilihan untuk belajar dan menonton pertandingan Piala Dunia. Si A mengalami kerugian yang ganda. Begitulah sebaliknya, jika anda tidak mampu menentukan pilihan pada pesta demokrasi esok nanti. Pembaca yang bijaksana, hal penting yang perlu disadari bahwa nobody perfect. Artinya pilihan pemimpin yang anda tentukan nanti di kamar coblos pastinya juga memiliki kelemahan.
Kesimpulannya : Setiap pilihan punya resiko tersendiri, gunakan pertimbangan berbagai aspek maupun bidang, sedapat mungkin, tentukan pilihan pada alternatif yang memiliki resiko terkecil untuk ditanggulanggi.
Agar memiliki pertimbangan-pertimbangan yang matang, maka berikut ini adalah visi dan misi serta program kerja kedua Calon Presiden kita untuk periode 2014-2019. Apapun pilihan anda akan menentukan nasib segenap Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam 5 tahun kedepan.
Ringkasan Visi, Misi dan Program kerja Capres Cawapres 2014
|
Selamat Menyongsong Pesta Demokrasi Indonesia 9 Juli 2014
Mari Bersama Menentukan Masa Depan Negara Kesatuan Republik Indonesia Tercinta……….
Social Plugin